'Inspiring'
Putaran
hari siang itu sementara merayap mendekati tengahnya ketika Penulis kembali
bertemu dengan sosok seniman yang terbilang langka bukan saja di
Indonesia, tapi juga di dunia ini untuk bersantai, ngopi dan nge-teh bareng
sambil ngobrol tentang berbagai hal antara lain mengenai sebuah event sekitar 12 tahun lalu yang
berlangsung selama sepekan, yakni pameran karikatur pertama di Makassar. Event di
Museum Kota tersebut dimotori berdua oleh Penulis dan sang Maestro Clay Art, Zainal Beta.
Sebutan ‘langka’ pada paragraf di atas, selain menyerempet
pada proses kreatif pada awal-awal terjun sebagai pelukis hingga proses
kreatif tersebut merambah ranah ‘discovery’. Demikian pula istilah ‘langka’ itu
juga menempel pada prinsip dan corak berfikir baik sebagai ayah empat
orang anak, seniman serta juga sebagai pendidik dalam menghadapi
murid-muridnya. Bahkan sebagai warga
Kota Makassarpun, istilah tersebut masih mengekor kepadanya, yakni
dengan merekam perubahan kota Angingmammiri kedalam sketsa sejak
tahun 1977.
Tanggal 19 April, Zainal Beta terlahir seakan
menawarkan jawaban -atau setidaknya pandangan- atas tujuan hidup anak manusia
yakni berkarya, membumi secara bersahaja, teduh dan tenang mengalir dalam
vibrasi alam kreasi.
Di studionya yang terletak di Fort Rotterdam, berbagai hasil
karya seninya terpajang. Di situ pula menjadi ruang interaksi antara
sosok Zainal Beta dan penggemarnya, baik dari dalam maupun luar negeri,
juga oleh para sahabat serta generasi muda dunia seni di Makassar.
Bagaikan pohon yang terus menerus mempersembahkan oksigen
untuk manusia, seperti itulah sikap dan komitmen yang terpatri pada sosok seorang
Kak Enal, sapaan akrab dari generasi muda Kota Daeng yang datang
dan dekat dengannya untuk ‘menghirup oksigen’ keilmuan lewat karya seni
kreasinya maupun lewat pandangannya atas berbagai hal.
Pada dimensi Kota, sebagai medium interaksi antara manusia
dan manusia serta antara manusia dan lingkungan demi merajut-sulam peradaban
dan keadabannya, pada tema bumi, tanah dan keindahan itulah pernyataan sang
Maestro seni rupa Affandi -yang menjadi judul tulisan ini- ketika Zainal
masih berusia 26 sekian tahun lampau seperti menemukan pijakan intelektual
maupun kontekstualnya. Demikian pada wilayah ini pula, team redaksi
SmartCity Magazine menyimpulkan untuk menuangkan figur Zaenal Beta ke
ruang para pembaca.
Tak sedikit media cetak dan elektronik, baik lokal dan nasional,
telah pernah mengekspose profilnya seabagi sosok kreatif dan inspiratif.
Demikian pula berbagai penghargaan lokal, nasional dan internasional telah
diraihnya, antara lain dari Unesco, PBB (Anti Apartheid, 1986) seta Philip
Morris (2003) menandakan bahwa memang kota Makassar patut diperhitungkan dalam
kancah kreatifitas khususnya dunia seni rupa. Dengan kata lain, Makassar telah
memilik modal insani, human capital, sebagai salah satu modal penting
dalam menapaki arah kota masa depan sesuai yang terdeskripsikan pada platform
kota cerdas, Smart City.
Ketika ditanyakan pesan dan harapan yang ingin disampaikan
kepada Pembaca SmartCity Magazine, Zainal Beta menuturkan, khususnya
kepada generasi muda seni rupa di Makassar, untuk terus berkreasi. Karya seni adalah
salah satu bentuk kontribusi atas nama keindahan pada kemanusiaan, karena bakat
adalah titipan sang Pencipta. “Jadilah
dirimu sendiri, dengan demikian kamu bisa jadi akan lebih hebat dari gurumu.
Seperti itulah sejatinya keberhasilan seorang pendidik .”
Tak
jauh di permukaan laut, matahari seperti mengintip dari arah pintu Barat
Kampung Popsa menandakan bahwa hari kini sedang merangkak menjelang sore.
Zainal Beta, penulis dan team SmartCity berangkat kembali menuju studio,
mengingat pengunjung kebanyakan berdatangan pada sore hari di galery ‘Clay
Art’.
Demikianlah,
untuk melengkapi unsur ‘kelangkaan’ pada awal tulisan ini pula maka, “maaf
Pak, satu-satunya di dunia...” kata penulis mengkoreksi seorang pemandu wisata
yang memperkenalkan Zainal Beta kepada para wisatawan dengan kalimat sebagai
“satu-satunya di Makassar.”
Tanah liat menurut kitab suci, dari bahan berwarna kecoklatan
tersebut itulah awal mula manusia diwujudkan. Dari tanah liat, Zainal Beta
mewujudkan karya-karya yang menggelitik batin kita -manusia- untuk menoleh
kepada sesuatu yang pada mulanya ‘biasa’dan ‘sepele’ menjadi suatu yang
bernilai keindahan berskala dunia. Suatu alunan alam dalam komposisi transendental
antara; tanah dan bumi, tanah dan manusia, tanah dan keindahan.
M.
Iqbal Nur Abdurrahman
email: redaksi@smartcitymakassar.com