MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Sabtu, 31 Oktober 2015

Affandi: Kota Makassar butuh kamu, Zainal

'Inspiring'

Putaran hari siang itu sementara merayap mendekati tengahnya ketika Penulis kembali bertemu dengan sosok seniman yang terbilang langka bukan saja di Indonesia, tapi juga di dunia ini untuk bersantai, ngopi dan nge-teh bareng sambil ngobrol tentang berbagai hal antara lain mengenai sebuah event sekitar 12 tahun lalu yang berlangsung selama sepekan, yakni pameran karikatur pertama di Makassar.  Event di Museum Kota tersebut dimotori berdua oleh Penulis dan sang Maestro Clay Art, Zainal Beta.




Sebutan ‘langka’ pada paragraf di atas, selain menyerempet pada proses kreatif pada awal-awal terjun sebagai pelukis hingga proses kreatif tersebut merambah ranah ‘discovery’. Demikian pula istilah ‘langka’ itu juga menempel pada prinsip dan corak berfikir baik sebagai ayah empat orang anak, seniman serta juga sebagai pendidik dalam menghadapi murid-muridnya. Bahkan sebagai warga Kota Makassarpun, istilah tersebut masih mengekor kepadanya, yakni dengan merekam perubahan kota Angingmammiri  kedalam sketsa sejak tahun 1977.

Tanggal 19 April, Zainal Beta terlahir seakan menawarkan jawaban -atau setidaknya pandangan- atas tujuan hidup anak manusia yakni berkarya, membumi secara bersahaja, teduh dan tenang mengalir dalam vibrasi alam kreasi.

Di studionya yang terletak di Fort Rotterdam, berbagai hasil karya seninya terpajang.  Di situ pula menjadi ruang interaksi antara sosok Zainal Beta dan penggemarnya, baik dari dalam maupun luar negeri, juga oleh para  sahabat serta generasi muda dunia seni di Makassar.

Bagaikan pohon yang terus menerus mempersembahkan oksigen untuk manusia, seperti itulah sikap dan komitmen yang terpatri pada sosok seorang Kak Enal, sapaan akrab dari generasi muda Kota Daeng yang datang dan dekat dengannya untuk ‘menghirup oksigen’ keilmuan lewat karya seni kreasinya maupun lewat pandangannya atas berbagai hal.

Pada dimensi Kota, sebagai medium interaksi antara manusia dan manusia serta antara manusia dan lingkungan demi merajut-sulam peradaban dan keadabannya, pada tema bumi, tanah dan keindahan itulah pernyataan sang Maestro seni rupa Affandi  -yang menjadi judul tulisan ini- ketika Zainal masih berusia 26 sekian tahun lampau seperti menemukan pijakan intelektual maupun kontekstualnya.  Demikian pada wilayah ini pula, team redaksi  SmartCity Magazine menyimpulkan untuk menuangkan figur Zaenal Beta ke ruang para pembaca.

Tak sedikit media cetak dan elektronik, baik lokal dan nasional, telah pernah mengekspose profilnya seabagi sosok kreatif dan inspiratif. Demikian pula berbagai penghargaan lokal, nasional dan internasional telah diraihnya, antara lain dari Unesco, PBB (Anti Apartheid, 1986) seta Philip Morris (2003) menandakan bahwa memang kota Makassar patut diperhitungkan dalam kancah kreatifitas khususnya dunia seni rupa. Dengan kata lain, Makassar telah memilik modal insani, human capital, sebagai salah satu modal penting dalam menapaki arah kota masa depan sesuai yang terdeskripsikan pada platform kota cerdas, Smart City.

Ketika ditanyakan pesan dan harapan yang ingin disampaikan kepada Pembaca SmartCity Magazine, Zainal Beta menuturkan, khususnya kepada generasi muda seni rupa di Makassar, untuk terus berkreasi. Karya seni adalah salah satu bentuk kontribusi atas nama keindahan pada kemanusiaan, karena bakat adalah titipan sang Pencipta.  “Jadilah dirimu sendiri, dengan demikian kamu bisa jadi akan lebih hebat dari gurumu. Seperti itulah sejatinya keberhasilan seorang pendidik .”

Tak jauh di permukaan laut, matahari seperti mengintip dari arah pintu Barat Kampung Popsa menandakan bahwa hari kini sedang merangkak menjelang sore. Zainal Beta, penulis dan team SmartCity berangkat kembali menuju studio, mengingat pengunjung kebanyakan berdatangan pada sore hari di galery ‘Clay Art’.

Demikianlah, untuk melengkapi unsur ‘kelangkaan’ pada awal tulisan ini pula maka, “maaf Pak, satu-satunya di dunia...” kata penulis mengkoreksi seorang pemandu wisata yang memperkenalkan Zainal Beta kepada para wisatawan dengan kalimat sebagai  “satu-satunya di Makassar.”

Tanah liat menurut kitab suci, dari bahan berwarna kecoklatan tersebut itulah awal mula manusia diwujudkan. Dari tanah liat, Zainal Beta mewujudkan karya-karya yang menggelitik batin kita -manusia- untuk menoleh kepada sesuatu yang pada mulanya ‘biasa’dan ‘sepele’ menjadi suatu yang bernilai keindahan berskala dunia. Suatu alunan alam dalam komposisi transendental antara; tanah dan bumi, tanah dan manusia, tanah dan keindahan.

M. Iqbal Nur Abdurrahman
email: redaksi@smartcitymakassar.com