Benchmark
Jeff Loux,
seorang turis, mengagumi kota Stockholm.
Namun tidak untuk cuacanya; yang kadang berubah. Dengan cuaca demikian, warganya yang berjalan
kaki tetap ramai. Ini mengherankannya,
sekaligus membuatnya ingin tahu, melangkahkan kakinya menyusuri kota ini.
Foto: Visit Stockholm Website |
Ada kegembiraan di jalanan, temuannya. Jalannya luas, menyambung ke jalan-jalan
lebih kecil, menghubungkan ruang-ruang publik serta sejumlah menarik bagi pelancong.
Rasa aman yang tinggi selama berjalan didapatinya. Pencahayaannya tampak tertata baik. Ruang-ruang “biru” dimana-mana; ada pelabuhan,
terdapat dermaga dengan kapal-kapal tua dan baru, dan tepi laut. Jalan-jalan “mengundang”nya.
Selama
berjalan kaki, Jeff menemukan banyak bangunan bersejarah dengan beragam warna namun
konsisten pola dan gaya. Bahkan ada
bangunan yang menurut Jeff tampak berbeda dari yang lainnya, “salah” bangun,
namun tetap kelihatan konsisten. Tetap
“menggaetnya” untuk menikmati. Nuansa pembauran
dalam fungsi lahan, sebagaimana ditemukan di kota-kota dunia, antara toko,
restaurant, café, museum, bangunan pemerintah dan perkantoran, semakin membuat
setiap sela persinggahannya terus menarik perhatiannya.
Foto by Erik G. Skenson |
Adalah
manusianya, warganya, adalah inti dari pengalaman Jeff. Ruang kota yang rapat atau dense dengan segala keunikan daya tariknya.
Terlihat geliat kegiatan ekonomi. Jalan-jalan yang beragam dan “hidup”. Inilah “undangan”, menurut Jeff, bagi para
pejalan-kaki untuk, dengan bauran rasa ingin tahu serta gelora untuk menikmati
daya tarik, terus menyusuri blok atau wilayah berikutnya, lalu blok berikutnya,
hingga keseluruhan blok. “Undangan” yang
tetap “hidup”.
Benih
Stockholm sebagai kota pejalan-kaki, atau walkable
city, adalah kebijakan Vision Zero. Desain kebijakan ini ditujukan bagi mobil
pribadi dan pengemudinya agar menjadi lebih aman berkendara di jalan-jalan
utama dan wilayah di luar kota. Dalam
perkembangannya, kebijakan ini merubah budaya berjalan warganya. Budaya yang menciptakan suasana kota yang bersemangat,
tenang, dan hangat. Kehangatan budayanya
digambarkan bagaimana lumrahnya ketika para pejalan kaki saling berbagi bekal
makanan di di atas meja lipat yang ditempatkan di sepanjang jalan. Walkable
City adalah rencana kota Stockholm untuk warganya.
Foto Visit Stockholm Website |
Kehangatan,
ketenangan, suasana yang bersemangat kota, Walkable
City, membawa pengaruh langsung
bagi kualitas hidup warganya. Kota
semakin kaya dengan interaksi manusianya. Lingkungan yang lebih sehat tercipta;
kebisingan berkurang, lebih bersih, dan lebih aman bagi penduduknya dari semua
usia. Menurut Linda Kummel dari Spacescape, konsultan perencanaan kota
di Stockholm, anak-anak dapat dengan aman bermain di jalan; tidak ada kerisauan
mereka akan tertabrak oleh mobil. Walkable City adalah rencana kota masa
depan Stockholm, menempatkan warganya, manusianya, di atas dari kendaraan.
Alexander Ståhle, dari konsultan perencanaan kota, menunjukkan bahwa pertimbangan faktor jarak-tempuh berjalan kaki (walking distance factor) ternyata memiliki nilai moneter tertentu dihubungkan dengan toko, restaurant, budaya, perhentian ataupun transit, jalan, konektivitas, lahan parker dan tepi laut. Pasar properti atau tanah digerakkan oleh faktor tersebut, walking distance. Sisi ekonomi dari rencana kota Walkable City Stockholm sangat menguntungkan. Sementara keuntungan sosial dan lingkungan adalah bonusnya, imbuh Ståhle.*
email: redaksi@smartcitymakassar.com