MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Sabtu, 23 Desember 2017

Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Gowa: "Pernyataan Danny Pomanto Tidak Salah"



(Foto: Akun Facebook Mustamin Raga dengan nama "Tomy Arga") 


SmartcityMakassar.com. --Makassar- Terkait ribut soal banjir Makassar, Mustamin Raga, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Gowa, ikut angkat bicara. Menurut Mustamin Raga, pernyataan Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto bahwa banjir kiriman dari Kabupaten Gowa dan Maros tidak sepenuhnya salah.

Setidaknya, jelas Mustamin, terdapat 3 sungai besar mengalir dan bermuara di Kota Makassar: Sungai Jeneberang di Selatan (Hulunya di Gowa), Sungai Lekopancing (Hulunya di Maros) dan Sungai Tallo di bagian utara (hulunya juga dari Gowa). Tiga sungai ini bisa berkontribusi secara signifikan terhadap kondisi banjir di Kota Makassar selama musim hujan, jika curah hujan dan intensitas hujannya tinggi, atau bahkan ekstrim (harus ada data curah hujan dari stasiun pengukuran curah hujan).

"Banjir bukan hanya karena air hujan setempat. Banjir di hilir (Makassar) bisa disebabkan karena tingginya curah hujan dan intensitas hujan di hulu 3 sungai di atas lalu memperbesar aliran permukaan (runoff) ke bagian hilir. Inilah yang disebut 'Banjir Kiriman'," ujar Mustamin, Sabtu (23/12/2017), lewat akun Facebook-nya yang diberi nama "Tomy Arga".

Mustamin mengatakan, istilah banjir kiriman memang sudah menjadi istilah baku dalam ilmu teknik sipil keairan untuk kondisi seperti dijelaskan di atas. Banjir kiriman yang debitnya sangat besar dan mampu menghanyutkan benda-benda besar seperti bongkahan batu dan lain-lain disebut “Banjir Bandang”.

Mustamin menjelaskan, banjir di Makassar, selain disebabkan oleh kiriman dari hulu (Gowa dan Maros), juga disebabkan oleh antara lain, semakin berkurangnya daerah resapan air di Kota Makassar atau yang biasa kita sebut daerah kantong air, sehingga air hujan yang turun di Kota Makassar sebagian besar tidak terresap ke tanah dan menjadi aliran permukaan (runoff). Ini disebabkan karena semakin padatnya tutupan lahan dengan bangunan.

Sebab berikutnya, dalam kondisi daerah resapan berkurang atau bahkan sangat minim, maka dibutuhkan sistem drainase yang terintegrasi dan terkoneksi dengan baik untuk mengalirkan aliran permukaan tersebut dari saluran kuarter, tersier, sekunder dan primer sampai dibuang ke laut.

"Yang ketiga, ada waduk tunggu atau Regulating Pond di Pampang. Ini diharapkan bisa menjadi waduk penampung banjir, tapi kapasitasnya sudah tidak memadai lagi saat ini. Atau bisa jadi, waduknya sudah mengalami pendangkalan (sedimentasi hebat) atau kemungkinan saluran drainase yang mengarah ke waduk tunggu semakin mengalami deteriorasi (penurunan kapasitas dan kualitas)," pungkas Mustamin.* (Iskandar Burhan)