MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Senin, 02 November 2015

Kota London: Dari Beragam Menjadi Langgam Seragam

Foto by Linda Jusuf Ismail 
Smartcitymagazine.com. --Makassar-  Saya harus menyibukkan diri, mengatasi perjalanan panjang dengan pesawat Emirates menuju London.  Dan ternyata saya masih tetap harus sibuk, begitu tiba di Bandara Heathrow, pagi hari, 1 Agustus 2015. Posisinya sebagai bandara tersibuk di dunia memang sangat terasa seketika.  Beragam manusia, dengan bahasa, pakaian, dan tampilan berbeda, larut dengan kesibukannya masing-masing.  Seorang ahli dari London School of Economics and Political Science menyebutkan bahwa London adalah ibukota budaya dunia.  Itulah gambaran yang seketika saya rekam.

Kesibukan saya dan keponakan saya, Aura, perlahan mereda setelah berhasil menemukan flat tempat tinggal selama berada di London. Kami memenuhi hari pertama dengan kesibukan mencatat semua kegiatan penting selama di sana. Sebelum tidur, catatan tersebut ditengok kembali.  Rampung. Hingga 13 Agustus nanti kesibukan akan terkonsentrasi pada kegiatan ponakan saya, Aura, mengikuti kursus.  Kami bersiap mengikuti ritme kesibukan London.  Kesiapan yang membawa kami menutup malam pertama yang durasinya pendek.

“Here we are, London”.  Kami akan sibuk, dan akan menikmatinya.  Semangat pembuka di hari kedua.  Kami bertemu Kak Winny yang telah lama menetap di Inggris dan juga tante dari Aura.  Pertemuan penguat semangat. Bartlett School of Architecture di Hampsted Road, College tempat kursus Aura kami kunjungi.  Dengan jalan kaki arah utara dari flat kami, waktu sekitar 15 menit tidak terasa.  Begitupula pulangnya, tidak terasa.  Saya menikmati suasana sepanjang jalan.  

Flat kami, IQ Bloomsburry Streets, berada di Euston Road.   Wilayah yang sibuk.  Gambaran sekelilingnya adalah “warna” kuat akan denyut kegiatan ekonomi kota.  Tidak jauh dari IQ Bloomsburry terletak terminal Euston Square, padat manusia, dan melayani salah satu rute terpadat di London.  Berjalan kaki mengarah timur, terdapat ruang publik hijau yang nyaman.  Ruang hijau menemani sejumlah bangunan kantor menjulang tinggi, serta beberapa restaurant.  Ada juga beberapa pusat perbelanjaan.  Tepat di depan flat kami, menyeberangi Euston Road, berdiri Welcome Library.  Tampaknya wilayah ini memiliki dan sekaligus mencadangkan energi yang besar dan tahan lama untuk membangun dirinya.  Hasil pembangunan yang diterjemahkan dalam beragam warna.  Warna yang tidak hanya untuk warganya secara ekslusif, tapi juga kepada para pendatang. Kota London saling membagi pengalamannya, kemajuannya, kepada siapapun. 

Sejumlah warna cukup menonjol di antara warna lainnya.  Merah adalah warna yang paling cepat saya tangkap. Telepon-telepon umum atau phone booth, bus-bus umum, hingga layout dari stasiun televisi BBC London, berwarna merah.  Begitupula dengan rambu-rambu tube serta platform; baik itu nama dari sebuah halte, dan  platform-nya, ataupun diagram rute sebuah tube.  Warna merah menjadi kekuatannya.  Tube adalah istilah bagi trem dan platform adalah sebutan untuk stasiun kereta.  Namun warna biru benhur pun membentuk keseragaman.  Kami dapat kesan tersebut ketika memperhatikan warna kemeja para pria ataupun pakaian perempuan yang tumpah-ruah di jalan ataupun antri di platform.  Nuansa lain, warna lain, tampil ketika menengok ke kendaraan di jalan-jalan.  Taksi hitam London atau black cabs mendampingi nuansa merah dan biru benhur.  Black cabs adalah salah satu ikon kota London.  Sepertinya, London menciptakan langgamnya yang unik dan kuat.

Foto by Linda Jusuf Ismail

Bukan hanya warna di atas, yang membangun magnet kuat daya tarik kota London, dan menarik saya untuk menyelami kotanya lebih dalam, mengalami suasananya lebih dekat.  Ternyata, kota ini memiliki “warna” lain yang sama menariknya.  “Warna” yang membentuk dan menopang budaya warga London.  Budaya ataupun semangat menolong kepada siapapun.  Begitulah yang kami alami selagi menunggu di platform dan berada di dalam tube.  Londoner, sebutan bagi penduduk London, tidak segan membantu orang yang kesulitan, misalnya, dengan barang bawaan yang berat.  Wanita, orang tua apakah sendiri atau bersama anak-anaknya, ataupun penyandang disabilitas, menjadi prioritas. Dengan keramahan, mereka sudi membantu.  Tube tidak akan berangkat jika ada penumpang sakit dan tidak dirawat tuntas.  Begitulah pengumuman atau notice tertera dalam tube.

Walau London sangat beragam, mereka mampu menggerakkan, menjalankan, dan menjadikan kotanya hidup. Penduduknya sangat antusias dan bersemangat untuk memperkaya kotanya agar menjadi hidup dengan dinamis dan kaya warna.  Individu adalah hal penting.  Tiap individu saling menjaga dan menghormati satu sama lain.  Namun demikian, mereka siap mengulurkan tangan, baik ketika diminta ataupun selagi melihat seseorang tampak butuh bantuan. 

London  sebagai kota global dunia adalah layak dan tepat.  Saya melihat dan mengalami, dua penopang penting kota saling mendukung; lingkungan dan orang.  Orangnya membangun sekaligus menjaga lingkungan.  Dari lingkungan ini diambil karakter “warna” tertentu.  Kota tampak beragam.  Sebaliknya lingkungan menebarkan kenyamanan dan kenikmatan.  Kualitas-kualitas hidup dihadirkan dari budaya orangnya.  Interaksi antara orang dan lingkungan menjadi hidup.  Hal inilah yang kami rasakan ketika kursus Aura rampung 13 Agustus.  Kami mengalami suasana yang sangat “hidup” ketika tiba di Wembley Stadium, Stamford Bridge markas FC Chelsea, Emirates Stadium.  London adalah contoh bagaimana keberagaman digunakan sebagai potensi membangun kotanya.  Dari keberagaman dimunculkan sejumlah “warna”.  “Warna” adalah keseragaman.  Karena keunikan masing-masing “warna” ini, ada langgam hadir.  Langgam seragam berasal dari keberagaman.  Itulah London yang saya alami.* (Linda Jusuf Ismail)