smartcitymakassar.com -MAKASSAR- “Pagi Itu udara
dingin di luar gedung Konigstedt Mansion, Helsinki, mencapai minus 21 derajat
Celsius. Bukan hanya untuk ukuran orang Indonesia, untuk orang Finlandia pun cuaca
demikian sudah dianggap tidak bersahabat.Tapi Bagi saya, itu tidak jadi
masalah. Yang penting, hari itu 27 Januari 2005, perundingan antara Pemerintah
Indonesia dengan GAM dimulai…”
Itulah sepenggal tulisan Dr. Farid Husain, Sp.B.KBD dari
bukunya “To See The Unseen ( Kisah di
balik Damai di Aceh)” yang menceritakan rangkaian momen penting dari tercapainya
kesepakatan damai di tanah Rencong
tersebut. Nama pria kelahiran Soppeng, 9 Maret 1950 ini memang melejit ketika
pada tahun 2005 lalu, Pemerintah
Indonesia membuka ruang dialog serta perundingan damai dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM).
Dipercaya langsung oleh M. Jusuf Kalla sebagai penanggung
jawab tim perunding dari Pemerintah Indonesia, Farid Husain mengembang sebuah
tanggung jawab yang sedemikian berat. Bagaimana tidak, sebelumnya, perundingan
yang diinisiasi oleh Henry Dunant Center (HDC) di Tokyo mengalami jalan buntu.
Namun bukan Farid Husain kalau ia menolak tanggung jawab
itu. Di samping rasa hormatnya pada M. Jusuf Kalla yang memintanya langsung dan
tidak ingin mengecewakannya, sejak kecil, ia memang dikenal dengan karakter
yang tak mengenal takut dan pandai bergaul. Hal inilah yang menjadi modal
utamanya dalam setiap memulai membuka ruang dialog dengan berbagai pihak.
“Modal lain yang juga sangat penting adalah rasa saling percaya”, ujarnya.
Tidak mengherankan bila Farid Husain senantiasa berada
dibalik setiap urusan perdamaian yang pernah dilakukan Pemerintah Indonesia.
Bukan hanya perundingan dengan GAM, di Poso, ayah dari 3 putra dan 1 putri ini
juga berperan penting dalam perjanjian Perdamaian di Poso, Sulawesi Tengah
serta di Ambon.
Sebagai dokter spesialis bedah, Farid Husain memiliki
keuntungan tersendiri ketika mengembang tugas sebagai juru damai. “Pada umumnya
para pihak yang berkonflik tidak menaruh kecurigaan pada seorang dokter karena
tugas kemanusiaanya”, katanya. Hal inilah yang dimanfaatkannya ketika mendekati
para tokoh yang sedang berkonflik.
Berasal dari keluarga besar, Farid Husain merupakan anak
ketiga dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Muh. Husein, seorang guru yang sepanjang
hidupnya pengabdikan diri di dunia pendidikan, sedangkan ibunya Saidah adalah
seorang ibu rumah tangga.
Kemampuannya dalam membina pergaulan memang diasahnya sejak
dini. Di masa-masa sekolah, ia telah aktif mengikuti berbagai organisasi . Dia
pernah menjadi Ketua Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia Makassar pada tahun
1960-an. Membangun rasa saling percaya serta menjaga amanah yang diemban
menjadi prinsip hidupnya sampai kini.
Satu hal yang paling dibanggakannya saat ini adalah keluarga
yang dimilikinya. Anak-anaknya, dr. Fahriansyah Farid, dr. Fahrulsyah Farid,
dr.Fadliansyah Farid serta dr. Faradillah Farid merupakan hartanya yang tak
ternilai.* (Thoha Pacong)