MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Sabtu, 31 Desember 2016

Global Competitiveness Report 2016-2017: Singapura di Posisi Ke-2 Enam Tahun Berturut-turut

(Picture: Youtube / World Economic Forum, 2016)


Smartcitymakassar.com. --Makassar- World Economic Forum (WEF) telah melansir Global Competitiveness Report 2016-2017 pada September 2016 lalu. Report atau laporan ini mengukur dan menilai lanskap daya saing (competitiveness)  ekonomi dari 138 negara yang dapat menunjukkan penggerak produktivitas dan kemakmuran negara tersebut.

Di antara 10 negara paling teratas dalam rangking, beberapa sudah familiar di posisi tersebut, tulis Joe Myers dari WEF. Sebutlah misalnya Swiss yang telah di posisi pertama selama delapan tahun berturut-turut.

Singapura, satu dari tiga negara di Asia selain Hongkong dan Jepang di 10 besar laporan edisi ini, menempati posisi ke-2 selama enam kali berturut-turut. Di Edisi 2016-2017 ini, Singapura berada di atas USA (posisi 3), Belanda (4), Jerman (5), Swedia (6), Inggris (7), Jepang (8), Hongkong dan Finlandia (10).

Indeks daya saing ini dibagi atas tiga bagian: persyaratan dasar (basic requirements) terdiri dari 4 pilar atau kriteria, penambah daya saing (competitiveness enhancers) 6 pilar, dan faktor inovasi dan kecanggihan (innovation and sophistication factors) dengan 2 pilar. Total ada 12 pilar.



(Picture: World Economic Forum, 2016)


Dalam ringkasan kinerjanya, 10 pilar dari Singapura masuk dalam 10 besar. Pilar pendidikan tinggi dan training serta efisiensi pasar barang Singapura ada di rangking pertama. Sedangkan 5 pilar lainnya menempati posisi kedua.

Pilar dengan posisi kedua tersebut adalah institusi publik (yang dinilai transparan dan sangat efisien), infrastruktur, pendidikan dasar dan kesehatan, efisiensi pasar tenaga kerja, dan pengembangan pasar finansial.

Namun demikian, Singapura masih tertinggal di belakang negara-negara dengan daya saing yang berasal dari kecanggihan. Singapura di posisi ke-19 untuk pilar kecanggihan bidang usaha (business sophistication) dan urutan ke-9 dalam pilar inovasi.

Edisi 2016-2017 dari Global Competitiveness Report juga menggarisbawahi tiga hal penting, yakni menurunnya keterbukaan (declining openness) dapat mengancam pertumbuhan dan kemakmuran di masa depan. Kedua, bahwa stimulus moneter tidaklah cukup (monetary stimulus is not enough) untuk kelanjutan pertumbuhan. Stimulus ini harus diikuti oleh reformasi daya saing.

Terakhir adalah bahwa teknologi dan inovasi semakin menjadi penggerak kemajuan. Kemajuan dalam praktek-praktik usaha disertai investasi dalam inovasi sekarang menjadi sama pentingnya dengan infrastruktur, keterampilan atau skill, dan pasar yang efisien.* (Riad Mustafa)