MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Kamis, 19 Januari 2017

Enjoy Baraccung’s Column: Tudang Sipulung

(Sumber Foto : Website flexas.nl, 2017)

Smartcitymakassar.com. --Makassar- Sitojeng na, tudang sipulung merupakan hasil pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Bugis Makassar sejak abad ke-14 masa kerajaan di Sulawesi Selatan.  Secara harfiah, tudang sipulung berarti duduk bersama, bisa jongko’-jongko’ atau bisa juga sulekka. Secara konseptual, tudang sipulung adalah ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan kepentingannya untuk mencari solusi atas permasalahan yang tengah dihadapi, misalnya masalah gadde-gedde yang mau dilusuru’ karena menyebabkan kota menjadi kumuh oleh pihak pemerintah.

Tudang sipulung bisa dalam lingkungan keluarga, yakni membicarakan persoalan-persoalan keluarga yang sedang dihadapi. Contoh masalah pa’buttingang tentang uang panaik, erang-erang, hingga persoalan sewa elekton. Di lingkungan pemerintahan, tudang sipulung juga sering digelar, misalnya pemerintah daerah tingkat kecamatan atau kelurahan.

Dalam konteks organisasi atau pemerintahan, tudang sipulung bisa dilakukan secara internal yakni antar pihak atasan dan bawahan. Jika melibatkan pihak masyarakat tentang masalah yang dihadapinya, maka disebut tudang sipulung secara eksternal. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak gompo-gompo yang bisa menimbulkan ekses ke hal destruktif.

Agar supaya tudang sipulung bisa berjalan efektif dalam pengambilan sebuah keputusan, maka ada prinsip yang harus diperhatikan, yaitu prinsip massolo’ pao (mengalir bersama). Artinya keputusan itu dicapai dalam duduk bersama yang merupakan keputusan atas kehendak bersama dan untuk kepentingan bersama, seperti sungai Tallo  yang airnya mengalir bersama-sama.  Artinya, kehendak semua pihak dalam tudang sipulung haruslah beriringan dalam menemukan titik temu bersesuaian dengan kepentingan bersama.

Mengapa pendekatan tudang sipulung dapat diandalkan dalam mencari solusi? Menurut teori organisasi hubungan kemanusiaan bahwa, dalam kenyataan sehari-hari organisasi merupakan hasil dari hubungan kemanusiaan (human relation). Organisasi dapat diurus dengan baik dan dapat mencapai sasaran yang ditetapkan apabila di dalam organisasi itu terdapat hubungan antar-pribadi yang serasi. Jika demikian, tidak alasan untuk tidak mencobanya, ' Salamakki Saribattangku'. * (Rahmat Mustafa)