Smartcitymakassar.com. --Makassar-. --Kota adalah kancah kreativitas (Cities are cauldrind of creativity).-- Sepertiga
pekerja di negara maju berada dalam sektor kreatif. Mereka, Kelas Kreatif (Creative Class) menyumbangkan
setengah pendapatan gaji dan upah di USA. Kelas Kreatif terdiri atas kelas inti
yang meliputi ilmuwan, engineer,
professor di universitas, penyair dan novelis, artis, penghibur, aktor, desainer, serta arsitek, termasuk juga
kelompok yang dianggap mempunyai nilai kepemimpinan dalam masyarakat modern
(seperti penulis nonfiksi, editor, tokoh-tokoh budaya, kelompok peneliti (think tank), serta pembuat-opini. Di luar kelas inti adalah para profesional kreatif
yang bekerja di industri-padat-pengetahuan.
Selain sebagai
berkah bagi suatu wilayah yang memiliki orang-orang kreatif, dalam buku
bertajuk “Cities and the Class Creative”,
Richard Florida juga menekankan dibutuhkannya kondisi-kondisi tertentu agar
mereka tersebut tertarik pada wilayah tersebut.
Di era ekonomi kreatif (knowledge-based
economy) ini, dengan tingginya mobilitas sumberdaya manusia dan teknologi,
kemampuan suatu wilayah untuk menarik orang-orang kreatif untuk datang,
bekerja, dan tinggal di tempatnya (quality
of place) adalah faktor utama menciptakan keunggulan. Orang-orang kreatif itu adalah penggerak di
belakang pertumbuhan ekonomi (human
capital theory). Merekalah, oleh Florida, yang mengembangkan “human capital” tersebut menjadi “creative capital”, disebut sebagai Creative Class atau Kelas Kreatif; kelas
yang berfungsi untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang memiliki nilai.
Dalam buku
ini, kata kunci untuk memahami Kelas Kreatif, yang membangun kota kreatif,
menghasilkan inovasi-inovasi, dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi adalah konsep Florida tentang 3T
atau Technology
(fungsi inovasi), Talent (kelas
kreatif), Tolerance (keterbukaan,
inklusif, keseragaman). Untuk memikat orang-orang kreatif, membangkitkan
inovasi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi, suatu tempat harus memiliki
ketiga faktor di atas. Kota-kota seperti
Baltimore, St. Louis dan Pittsburgh di Amerika adalah contoh kota
yang gagal dalam pertumbuhan meskipun memiliki keunggulan teknologi tinggi
serta lokasi universitas-universitas kelas dunia.
Hal utama
untuk menarik kelas kreatif guna membangun keunggulan suatu kota adalah keterbukaan terhadap keragaman. Ini berbeda dengan pendekatan konvensional
sebelumnya yang menekankan pada bagaimana menarik dan mendorong perusahaan,
bukan para kelas kreatif, serta membangun kawasan atau gugus industri (industrial clusters). Keragaman (diversity) dan keterbukaan (openness), yang saling berkaitan erat, adalah komponen-komponen utama dari toleransi. Tempat yang dapat menarik masuk kelas kreatif nantinya
menjadi magnet kuat menarik masuk perusahaan atau industry untuk mengembangkan
inovasi-inovasi: suatu siklus yang saling-menguatkan dalam prosesnya (virtuous cycle) yang menghasilkan pertumbuhan
ekonomi.
Sejumlah
kajian menegaskan hubungan keragaman, toleransi, dan tingkat keunggulan suatu
kota. Pierre Desroshers mengungkapkan adanya hubungan kuat antara keragaman
dengan kreativitas dan inovasi regional, sementara studi empiris dari Annaless Saxenian di Silicon Valley menunjukkan bahwa
kurang-lebih seperempat dari pendiri perusahaan baru adalah latar kelahiran
Cina atau India serta kira-kira sepertiga ilmuwan dan engineer di kawasan tersebut adalah kelahiran luar Amerika. Lebih lanjut Annaless berpandangan imigrasi berkaitan dengan industri high-tech. Keterbukaan
menurut Pascal Zachary dihubungkan
langsung dengan keunggulan ekonomi di Amerika sebagai negara yang terbuka bagi
orang-orang inovatif dan enerjik dari seluruh dunia.
Lebih jauh,
budaya memiliki hubungan yang luas terhadap pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan
potensi yang tidak-terbatas dapat dimunculkan, dilepaskan, difasilitasi dan
dimobilisasi dalam suatu budaya yang terbuka (open culture); budaya yg tidak diskriminatif, tidak mengunkung
manusia dalam kotak-kotak, memungkinkan warganya menjadi dirinya, dan
menvalidasi keragaman keluarga dan identitas warganya. Dalam tingkatan lebih luas, misalnya negara,
budaya terbuka adalah pemacu inovasi sosial, kewirausahaan dan pembangunan
ekonomi. * (Riad Mustafa)
Judul: Cities and the Creative Class
Penulis: Richard L. Florida
Penerbit: Routledge
Tahun: 2005
Halaman: 198 halaman