MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Minggu, 15 November 2015

'Experience Economy': Pendamping Inovasi dan Daya Saing ke Depan

Sumber Gambar: Reykjavyk University Website
Smartcitymakassar.com: Sebuah tren, 'Experience Economy', akan menjadi masukan penting bagi perusahaan, dari beragam skala, dalam mengelola usaha mereka agar tidak hanya inovatif dan berdaya saing.  

Inovasi teknologis, salah satu prioritas utama di Eropa, tidak menjamin penerimaan pasar.  Sementara daya saing ke depan diperhitungkan bakal banyak bertumpu juga pada faktor yang tidak terlihat atau intangible factor.  Salah satu intangible factor tersebut adalah pengalaman.

Dalam iklim pasar dunia yang sangat kompetitif dan perubahannya yang cepat, dan kadang sukar diprediksi, strategi diferensiasi usaha atau produk/jasa adalah salah satu yang paling menentukan.  Dari grafik yang ditunjukkan oleh Pine dan Gilmore (1998), menunjukkan bagaimana pentingnya diferensiasi itu.

Namun tidak hanya berhenti di sana.  Diferensiasi yang lebih tinggi ternyata, ditemukan, masih memerlukan langkah berikutnya, yakni 'Experience Stage'. 'Experience Stage' ini sangat penting mendukung inovasi teknologis, misalnya, agar pasar dapat menerima.  Penerimaan pasar yang kuat, adalah dengan menaikkan daya saingnya lewat keuntungan yang kurang terlihat less tangible, namun lebih sangat berpotensi memberikan nilai lebih, sehingga memberikan keuntungan pengalaman atau memorable.

Proyek, didanai oleh Uni Eropa, bernama STAGEIT, menyelidiki masalah penerapan konsep experience staging atau meningkatkan daya saing lewat keuntungan pengalaman yang diberikan, yang akan teringat dan terekam oleh pelanggan atau pengguna.  Proyek ini meneliti sejumlah UKM di Eropa dan dikoordinir oleh Universitas Reykjavyk di Islandia.* 

Riad Mustafa
(Sumber: Research EU No. 44, July 2015 / Reykjavyk University)