MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Kamis, 07 Januari 2016

BRAINFLIGHT: Terobosan Berasal dari Fiksi-Sains: Menuju Otak Pengendali Pesawat

ilustrasi gambar


Smartcitymakassar.com. --Makassar- Hanya dalam dunia fiksi sains dapat diterima ide tentang mengendalikan pesawat terbang lewat otak atau pikiran manusia. Namun, sebuah proyek yang didanai oleh Uni Eropa mengusulkan penyelidikan tentang bagaimana mengendalikan dan menuntun pesawat terbang. Penyelidikan ini memanfaatkan kemajuan teknologi di bidang ilmu syarat (Neuroscience) dan teknik syaraf (Neuroengineering) yang dianggap sebagai sebuah pendekatan baru yang radikal.

Pertanyaan yang dijawab lewat proyek ini adalah “apakah mungkin mengendalikan sebuah pesawat dengan hanya menggunakan sinyal yang dipancarkan dari otak manusia tanpa menggunakan peralatan pengendali penghubung lainnya?”

Peneliti mengembangkan sebuah sistem penghubung (interface) antara otak manusia dan mesin guna menjawab pertanyaan penyelidikan mereka. Penghubung ini yang akan mengubah sinyal listrik, yang dihasilkan oleh syaraf-syaraf dalam otak, menjadi sebuah perintah. Perintah-perintah inilah yang kemudian berfungsi mengendalikan peralatan elektronis yang memberikan respon secara aktif, pasif, ataupun reaktif.

Sementara peralatan elektronis yang dimaksud adalah misalnya pada pesawat terbang. Hasil dari proyek yang bernama BRAINFLIGHT atau Pesawat Terbang dengan Pengendali Otak Menggunakan Mekanisme Umpan-Balik Majemuk (Brain Controlled Aircraft using Multiple Feedback Mechanism), menunjukkan bahwa pengendalian pesawat terbang lewat otak dapat dicapai.

Sejumlah pencapaian berhasil dilakukan. Misalnya, peneliti mampu menentukan persyaratan, fungsi atau kemampuan, dan penghubung atau perantara antara beragam sub-sistem dari arsitektur sistem pengendalian pesawat. Mereka juga berhasil melakukan validasi atau membuktikan kinerja dari tiga komponen utama dari sistem baru ini, yakni Penghubung Otak-Manusia (Brain-Machine Interface), Sistem Pengendali Darat (Ground Control System) dan simulator.

Dalam hal persyaratan keselamatan, terdapat dua pilihan pengendalian pada desain awalnya, yakni pengendalian manual dan melalui otak. Proyek ini juga berhasil melakukan validasi terhadap lima skenario atau situasi dalam dunia penerbangan, yakni penerbangan biasa, akrobat, komersial dan tanpa-awak. Dengan mottonya “mengudara dan memetakan otak”, proyek ini menunjukkan bagaimana mengubah ide yang awalnya berasal dari fiksi sains menjadi sebuah konsep baru atau inovasi.

Keberhasilan yang dicapai berasal dari sejumlah pengujian. Pengujian ini misalnya penerapan pendekatan inovatif pengendalian pesawat terbang lewat sinyal otak, penerapan beberapa mekanisme umpan-balik berbeda kepada pilot, dan pengujian fungsi pengendali otak dalam pada lingkungan simulasi yang berakurasi tinggi, serta pada lingkungan tanpa-awak yang sesungguhnya. 

Uji lapangan untuk tanpa-awak ini menunjukkan hasil yang baik. Uji tanpa-awak ini dapat menjadi dasar bagi penerapan sistem transportasi masa depan. Pelatihan bagi pilot juga diberikan untuk melakukan uji menggunakan sistem ini.

Proyek BRAINFLIGHT yang didanai dibawah pola FP7-TRANSPORT ini tidak hanya menawarkan terobosan dalam bidang penerbangan, tapi juga memberikan sumbangan misalnya bagi pilot. Dalam lingkungan sekarang yang sangat komplek, pesawat dengan kendali-otak memungkinkan pilot terbebaskan untuk dapat berfokus pada tugas atau fungsi lain, sehingga juga mampu mengurangi beban kerja sang pilot.

Para penyandang disabilitas juga dapat menerbangkan pesawat setelah memenuhi beberapa persyaratan. Proyek ini telah menjawab pertanyaan pada awal penyelidikan, dan pada saat bersamaan, memperlihatkan bagaimana merubah sebuah ide yang awalnya hanya ada dalam wilayah fiksi-sains menjadi sebuah pekerjaan sains lewat terobosan, lewat inovasi.* (Riad Mustafa)