MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Sabtu, 06 Februari 2016

Skenario MegaCity China 2040: Bagaimana jika...?

Photo: Siemens' Website, Pictures of the Future, the Magazine for Research and Innovation, 2016.

Smartcitymakassar.com. --Makassar- Shi menyahut kepada Li, "tutup mata dulu selagi kamu mengunggah datanya. Jika tidak, kamu membuat berantakan laboratorium mahal ini." Li, seorang perencana kota usia muda dari Cina,  mengikutinya. "Sekarang, buka matamu," pinta Shi, rekan Li yang bersama menyelidiki pengaruh proyek pembangunan kota terhadap sebuah kawasan tradisional. Metoda Li dalam mempelajari situasi tersebut, dengan piranti simulasinya betul-betul seperti berada di situasi simulasi tersebut atau 'full immersion'.

Angin sepoi lembut menerpa muka Li. Terasa aroma sup ayam serta bau pakan ayam di udara. Di suatu tempat dimana Li berada, disinari cahaya matahari yang nyaman, terlihat pohon serta berjajar beberapa rumah kayu di belakang pohon tersebut. Seorang tua berdiri di depan sebuah rumah, sambil merokok memainkan Mahjong. Di belakang rumahnya, terdengar anjing menggonggong.

Li menyusuri jalan tersebut dan merasakan aspal di bawah kakinya retak. Satu benjolan aspal hampir membuatnya tersandung. Simulasi hologram Shi begitu sempurna sehingga hampir menakutkan. Namun hanya dengan melihat keseluruhan detail per menit dari simulasi hologram ini, memungkinkan mempelajari efek dari proyek pembangunan di kawasan tua tersebut dapat.

Kawasan tua ini adalah salah bagian yang agak diabaikan dekade sebelumnya. Infrastruktur usangnya sudah tidak sesuai dengan bagian-bagian lain dari megacity yang hyper-modern. Perencana kota harus sangat hati-hati menyangkut kawasan yang dapat dikatakan sudah jarang ini. Sebab, perubahan terhadap struktur kawasan tua ini menyimpan konsekuensi yang tidak dapat terlihat.

Tiba-tiba, satu-satunya sepeda listrik yang lagi berada di kawasan itu mendekati Li. Sontak Li mundur ke trotoar dan hampir menabrak seorang wanita muda. "Maaf," bisik Li, saat wanita tersebut tersenyum. Ketika memperhatikan si perempuan, Shi menyahut ke Li, "kembali kerja," sahutnya saat mencari Li di simulasi tersebut. Li meminta, "jalankan program perencanaan."

Layaknya sebuah 'video game' raksasa, satu kompleks bangunan yang sangat mengesankan muncul dalam hitungan detik di ujung jalur tempat Li berada. Blok-blok raksasa didominasi kaca menumpuk satu demi satu, layaknya sebuah tangan tak terlihat menumpuknya. Jalur tempat berdiri Li tadinya tersirami oleh sinar matahari terik. Udara menjadi lebih hangat. Pak tua dengan pipanya telah hilang.

Kata Li, "Sekarang, bagian pertama yang penting. Kita harus mendesain ulang arsitekturnya. Terlalu terang, dan suhu sekitarnya meningkat dua derajat." "Perhatikan," kata Shi. "Sekarang saya akan memulai skenario berdasarkan selang-waktu, mulai dari jam-nol hingga ke titik dua tahun setelah proyek ini selesai." Dengan kecepatan helaan nafas, matahari bersinar di belakang bangunan-bangunan, malam menyelimuti kawasan tua tadi, menuju hari berikutnya. Tampak awan berkejaran di langit dan orang-orang berjalan tergesa-gesa di jalan. Arus lalu lintas, oleh simulasi hologram tersebut, diubah menjadi sebuah pita cahaya berwarna.

"Shi, berikan saya pandangan yang lebih luas," sahut Li. Sekonyong-konyong dunia sekitar Li menyusut. Li berdiri layaknya seorang raksasa di sela-sela bangunan. Bangunan tertinggi hanya selututnya. Tapi, kehidupan di jalan berjalan normal. "Sekarang jam 9 pagi, tepatnya 18 bulan setelah upacara peresmian proyek pembangunan ini." kata Shi. "Tidak usah berjalan dengan hati-hati. Kamu tidak akan menghancurkan apapun. Bagaimana rasanya hidup di masa depan?" tanya Shi.

Di jalur kecil di kaki Li ada banyak kemacetan diiringi suara klakson tak terhitung dari mobil yang mencari celah di antara kemacetan tersebut, beberapa bahkan menghalangi sejumlah trotoar kecil. "Ini mengingatkan saya dengan suasana kota kita 30 tahun lalu," kata Li. "Ini tidak kita harapkan. Beberapa penambahan jelas membuat wilayah tradisional tadi menjadi lebih menarik, walau hanya sebuah kompleks saja yang dibangun di sana".

"Komputer, tunjukkan saya tingkat harga sewa saat ini," perintah Li ke komputer. Sebuah grafik muncul di langit. "Tingkat sewa naik sekali," kaji Li. "Di jalan dapat terlihat banyak anak muda berpakaian modern. Jelas terjadi gentrifikasi di situ," simpul Li.

Li lalu melihat sebuah persimpangan di simulasi. "Lokasi ini butuh perhentian jalur bawah tanah (subway). Jalur bis tua sudah sangat tidak cocok. Komputer, perluas jalur bawah tanah, dan lakukan simulasi ulang." Lalu, layaknya jamur bertumbuh, muncullah seketika sejumlah perhentian bawah tanah di lokasi yang Li tentukan. Seketika juga lalu lintas berkurang kepadatannya. "Shi, kembalikan ukuran saya ke normal," pinta Li.

Saat kembali ke ukuran normal, wanita yang hampir Li tabrak sebelumnya, mendekatinya, dan menyahut, "sejak Anda mendirikan bangunan tepat di depan pintu rumah saya, tiga kali seminggu listrik kami selalu padam," dan keberatannya berlanjut, "tagihan air kami meroket naiknya." Betaga kagumnya Li mendapatkan masalah yang berasal dari aplikasi hologram itu. "Ide hebat Shi. Biarkan warga lokal digital itu mengungkapkan masalahnya. Tunjukkan jalur energi mereka," harap Li.

Beberapa detik berikutnya, rencana detail instalasi listrik muncul langsung di depan mata Li. "Saya menyelesaikan masalah," sahut Li. "Instalasi listrik warga sekeliling belum diperbaharui, tapi lalulintas warga meningkat, ada banyak kendaraan listrik sedang diisi-ulang (recharged) serentak." Li meminta komputer membentuk jaringan listrik smart (smart grid) guna menstabilkan jaringan. "Scan jaringan air juga," lanjut Li.

"Saya menduga terjadi kebocoran di konstruksi jaringan bawah tanah akibat pembangunan itu. Disamping itu banyaknya orang datang ke wilayah pembangunan mengakibatkan kebutuhan air meningkat," komentar Li. Seorang wanita muda melambaikan tangannya ke Li. "Stop memainkan 'software' saya," kedengaran suara Shi dari belakang, seraya berkata "Tutup matamu, kita akan menutup aplikasi dan melanjutkan besok."* (Riad Mustafa)

(Diterjemahkan dari tulisan Florian Martini, 'Siemens Picture of Future, "Scenario 2040: What if...?")