MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Sabtu, 02 Desember 2017

Kopel: Praktik Curang Jalur Independen Bentuk Kejahatan Demokrasi


Foto: Istimewa    

smartcitymakassar.com - Makassar - Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, menyatakan praktik curang dalam pengumpulan dukungan untuk jalur perseorangan pada pilkada tidak boleh lagi ditoleransi.

Pasalnya, kata Syamsuddin, praktik curang merupakan bentuk kejahatan demokrasi yang menodai hak masyarakat dalam menggunakan hak politiknya.

"Praktik curang dalam mengumpulkan dukungan untuk jalur perseorangan atau jalur independen jangan sebatas dianggap angin lalu. Itu merupakan bentuk kejahatan demokrasi yang tidak boleh dianggap kecil dan diposisikan sebagai perkara biasa," kata Syamsuddin dalam rilisnya, Jum'at, (1/12/2017).

Syamsuddin menuturkan kurang seriusnya aparat penegak hukum maupun penyelenggara dan pengawas pilkada dalam penindakan membuat praktik curang itu kerap kali berulang.

Padahal, pemalsuan dokumen dukungan, seperti KTP, secara gamblang diatur dapat dijerat pidana. Tidak hanya itu, penyelenggara dan pengawas pilkada bisa mendiskualifikasi paslon bila memang terbukti terlibat.

"Modus praktik curang seperti pengumpulan KTP aspal (asli tapi palsu) menuju pilkada kerap terjadi tatkala melibatkan adanya calon independen. Tapi, ya karena tidak adanya sanksi bagi relawan tim pengumpul KTP, termasuk kepada calon independen membuatnya terus berulang. Itu semua karena tidak ada efek jera," ucapnya.

"Harusnya praktik curang berupa pemalsuan dukungan maupun penyalahgunaan dokumen, semisal KTP, diusut tuntas. Bila ada unsur pidananya, itu menjadi ranah aparat penegak hukum. Sedangkan, bila sebatas administratif, ya serahkan ke penyelenggara pilkada untuk memprosesnya dalam upaya mewujudkan pilkada berintegritas," tegas Syamsuddin.
Selama pelaksanaan pilkada di Indonesia, acap kali Kopel Indonesia menemukan praktik curang jalur perseorangan. Di antaranya saat pilkada DKI dan pilkada Bulukumba.

Bahkan, untuk pilkada di Bumi Panrita Lopi, pihaknya sempat melaporkan ke aparat penegak hukum lantaran mendapati relawan pengumpul KTP dari calon independen mencaplok KTP warga. Sayangnya, laporan Kopel tersebut tidak ditangani serius oleh aparat penegak hukum.

"Ketidakseriusan aparat penegak hukum itulah yang membuat praktik curang demikian kerap kali berulang. Cara instan ditempuh untuk memenuhi syarat dukungan jalur perseorangan meski tidak sesuai aturan. Makanya, praktik curang demikian harus ditindak, termasuk calon independen tidak boleh menutup mata. Demi demokrasi yang lebih baik, ingatkan relawan untuk tidak mencaplok dukungan KTP," ucap dia.

Akademisi dari Unhas, Amir Ilyas, sebelumnya mengungkapkan ancaman pidana menanti bagi relawan tim pengumpul maupun calon independen yang memanipulasi dukungan KTP. Dikatakannya, praktik curang pada jalur perseorangan diproses hukum, baik itu melalui Undang-Undang Pilkada/Pemilu, Undang-Undang Administrasi Kependudukan maupun KUHP.

"Kecurangan jalur independen sanksinya tidak sekadar pada pencoretan, tapi juga bisa sanksi pidana. Ya bergantung jenis kecurangan yang dilakukan", pungkasnya. *(Fatahillah Mansur)