MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Kamis, 04 Januari 2018

Polisi Geledah Balaikota Makassar, Pengamat: Ini Harus Seizin Pengadilan

Foto: Istimewa   

smartcitymakassar.com - Makassar - Pengamat Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Hambali angkat bicara terkait penggeledahan yang dilakukan penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan di Kantor Balai Kota Makassar, Rabu (3/1/2018).

Menurutnya, upaya hukum tersebut harus melalui mekanisme atau prosedural seizin dari ketua pengadilan. Apalagi melakukan penyitaan dokumen dan dua unit komputer dibeberapa ruangan di kantor balai kota.

"Pertama harus ada izin ketua pengadilan, penggeledahan dan penyitaan. Kedua itu dibolehkan dalam hal tertentu. Jadi kewenangan penyidik ketika ada dugaan barang bukti yang mungkin berkaitan dengan objek yang disidik. Tapi itu tidak serta merta, itu ada mekanismenya, di satu pihak menjalankan kewenangannya di satu sisi menjunjung tinggi prosedural yang ada," jelasnya, Rabu (3/1/2018).

Dia pun menilai, staf keuangan pemerintah kota yang dibawa paksa cenderung melampaui reaksi yang berlebihan oleh penyidik. Biasanya, upaya ini dilakukan apabila ada pihak yang diduga dan mempersulit proses hukum. 

Akan tetapi selama ini proses hukum yang berjalan tidak ada tanda-tanda dan bahkan terkesan menjadi pertanyaan bagi semua pihak apakah kasus yang ditangani Polda Sulawesi Selatan, Wali Kota sebagai saksi masih berstatus penyelidikan atau penyidikan.

Nyatanya, dua kasus yang telah bergulir statusnya sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan tanpa adanya tersangka. Kedua kasus tersebut, yakni kasus dugaan korupsi program penghijauan penanaman pohon ketapang dan pengadaan tujuh sanggar lorong UMKM.

"Kalau lidik itu kewenangan penyidik untuk menggali sebuah perbuatan apakah sebagai perbuatan pidana berdasarkan barang bukti, atau alat bukti. Sekarang ini kan masuk seolah-olah langsung sidik, sudah terlalu jauh ini kalau sidik sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Pertanyaan apakah wali kota yang dipaksakan untuk ditersangkakan ? atau ada tersangka lain karena posisi walikota masih sebagai saksi," pungkas Hambali.


Bahkan dia menganggap proses penggeledahan yang dikawal ketat polisi bersenjata laras panjang sangat berlebihan. Layaknya upaya pemberantasan pelaku tindak kejahatan teroris.


"Itu yang menggeledah menggunakan laras panjang seolah-olah memberantas teroris, nah ini kan bukan kasus teroris, masih banyak kasus yang harus diungkap oleh Polda yang lain," ujarnya.

Apalagi, kata Hambali, Danny Pomanto sudah kooperatif memenuhi panggilan penyidik dua hari secara berturut-turut. Olehnya itu, dia berharap kepada pihak kepolisian untuk lebih profesional bekerja. 

Jangan, lanjut dia, pihak kepolisian menimbulkan kesan pemaksaan mengungkap kasus hukum dan meninggalkan kesan jika polisi menjadi alat politik oleh oknum tertentu.

"Pak wali di satu pihak wali kota aktif dia akan bertarung calon wali kota. Sehingga dengan demikian terkesan tindakan polisi terlalu reaktif, harusnya menjunjung praduga tak bersalah, kewenangan silahkan, tapi jangan terkesan dipaksakan keadaannya," kata dia.

Lebih lanjut dia menjelaskan, secara umum berdasarkan undang-undang setiap kasus yang statusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan harus melalui proses penyelidikan.

Dimana proses penyelidikan ditemukan adanya indikasi perbuatan pidana. Dan minimal dilengkapi dengan dua alat bukti berdasarkan KUHAP 184.

"Kalau itu ditingkatkan sudah harusnya ada orang yang ditetapkan sebagai tersangka atau paling tidak pernah diperiksa. Kan sudah ada pesan pak kapolri, jangan tindakan seseorang yang keliru sehingga mencederai polri. Jangan terkesan dipaksakan karena ada target tertentu, mudah-mudahan tidak ada target tertentu. Tapi saya melihat sangat reaktif karena dua hari berturut turut pak wali diperiksa yang selama ini tidak pernah melalui proses penyelidikan," tutup Hambali. (**Iskandar Burhan)