MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Selasa, 05 Januari 2016

Dari Smart City 1.0 hingga 3.0



Smartcitymakassar.com. --Makassar- Konsep 'Smart City' adalah salah satu berita yang sekaring banyak diliput oleh media global, menjadi perhatian perusahaan khususnya dalam bidang teknologi informasi, menarik banyak pemerintah lokal mengadopsi konsep ini, dan menarik banyak perhatian publik.

Dalam penerapan konsep ini, ada tiga tahapan utama yang membedakan kota-kota yang menggunakannya, seperti yang diuraikan Boyd Cohen dari hasil penelitiannya terhadap sejumlah kota dunia yang menerapkan konsep 'Smart City'. Tahap pertama, menurut Cohen yang merupakan pakar strategi kota dan iklim, disebut 'Smart City 1.0'. 


  • Smart City 1.0

'Smart City 1.0' adalah fase dimana peran utama berada pada dunia usaha atau bisnis, khususnya dalam bidang teknologi informasi. Mereka memuji potensi penting teknologi informasi dalam pengembangan kota yang efisien. Perusahaan penyedia teknologi mendorong kota mengadopsi teknologi mereka, walaupun beberapa di antara kota itu belum mengerti sepenuhnya misalnya tentang implikasi solusi teknologis tersebut, dan pengaruhnya bagi kualitas hidup warga mereka. Cohen mengibaratkan seperti seseorang yang antri membeli model 'gadget' terbaru, tanpa  mengetahui untuk kegunaan apa. Mereka hanya ingin memilikinya.

Namun demikian, ada juga kota yang membeli solusi teknologi guna apa yang akan mereka jual nantinya. Dengan basis teknologi ini, kota tersebut membangun iklim yang menarik para inovator teknologi perkotaan ke datang. Para inovator ini, atau 'creative class' menurut Richard Florida, nantinya berpotensi menumbuhkan pekerjaan dan nantinya peningkatan ekonomi kota tersebut. 


  • Smart City 2.0

Ketika peran pemerintah, misalnya para wali kota yang punya pikiran ke depan, menggeser peran bidang usaha, fasenya masuk ke 'Smart City 2.0'. Para pemimpin kota menggunakan solusi teknologis sebagai bagian untuk menentukan bagaimana wajah kota mereka di masa depan. Solusi teknologis ditentukan sebagai pendukung atau 'enabler' bagi peningkatan kualitas hidup warga kota. Kota Rio dan Barcelona adalah contoh terbaik.

Wali kota Rio, ke IBM, meminta pertimbangan keahlian mereka guna menciptakan jaringan sensor (sensor network) untuk mengurangi longsoran tanah di daerah perkampungan dataran tinggi. Proyek ini akhirnya berkembang menjadi Pusat Operasi Sentral (central operations center) yang dengan fasilitas 'streaming' video dapat pula digunakan sebagai pencegahan dan deteksi kejahatan, serta beberapa layanan 'smart' terpadu lainnya.

Di Barcelona ada sekitar lebih 100 proyek 'Smart City'. Barcelona melihat peluang-peluang penting penggunaan teknologi, utamanya teknologi informasi dan komunikasi, guna meningkatkan kualitas hidup baik warganya atau para pengunjung. Pemerintah Barcelona juga aktif dalam skala dunia mendorong pertumbuhan industri kota 'cerdas' dan membangun jaringan kota-kota dunia lewat kegiatan 'Smart City Expo'.

  • Smart City 3.0

Model ketiga, 'Smart City 3.0' adalah fase ketika pemerintah merangkul rakyatnya bersama-sama menciptakan ('citizen co-creation') kota mereka. Beberapa kota dicontohkan Cohen. Di kota Wina di Austria, pemerintahnya yang bermitra dengan perusahaan energi Wina, Wien Energy, melibatkan warganya sebagai investor pembangkit energi listrik sebagai kontribusi bagi sasaran kota Wina sebagai kota berbasis energi terbarukan tahun 2050 nanti. Di Vancouver, Kanada, pemerintahnya menggagas kolaborasi ambisius dengan melibatkan sekitar 30 ribu warganya bersama menciptakan rencana aksi untuk 'Vancouver Greenest City 2020'. 

Pemerintah kota Medellin, di Kolombia, berfokus pada pembangunan kembali kota lewat proyek berbasis dari bawah ('bottom-up'), melibatkan para warganya dari kawasan paling rentan pada proyek transformatif seperti mobil kabel, tangga listrik, dan sekolah serta perpustakaan berbasis teknologi mutakhir. Medellin meraih penghargaan dari Urban Land Institute sebagai the 'Innovative City of the Year'.

Menurut Cohen, beberapa kota melewati seluruh fase 'Smart City' di atas. Yang lain, seperti Kansas City bergerak dari 'Smart City 1.0' langsung ke 'Smart City 3.0'. Ada juga kota seperti Singapura yang tetap pada posisinya, yakni di 'Smart City 2.0'. Tentang fase perkembangan berikutnya, Cohen percaya berasal dari campuran antara 'Smart City 2.0' dan 'Smart City 3.0'.* (Riad Mustafa)

Sumber: (The Three Generations of Smart Cities / Boyd Cohen / fastcoexist.com)