MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Senin, 04 Januari 2016

Pada Mulanya adalah Passion

Photo: Fitri Mattaliu
Smartcitymakassar.com. --Makassar-
Dimulai dari gairah kecintaan serta kerja keras yang luput dari hingar-bingar seremonial, anak-anak muda menggelindingkan ekonomi berbasis kreativitas. Hasilnya memang luar biasa. Dunia kemudian mengidentifikasinya sebagai gelombang ekonomi keempat yang ke depan akan menjadi penentu gerak perekonomian dunia.

Di kota Makassar, ‘angin perubahan’ itupun mulai terasa. Berbagai geliat kegiatan yang berbasis kreativitas serta kecerdasan pengetahuan diusung oleh anak-anakk muda Makassar. Mereka bekerja diam-diam. Tanpa gemerlap publikasi media serta bermodal kecintaan dari dunia yang ditekuninya, anak-anak muda ini meletakkan ‘batu pondasi’ kekuatan ekonomi bangsa yang kini menjadi primadona dunia. Kekuatan ekonomi gelombang keempat.

Dari beragam sektor di bidang ekonomi kreatif, anak-anak muda ini bergerak. Di sektor fashion, kota Makassar banyak melahirkan bibit talenta yang kuat. Akbar Jura misalnya. Pemilik butik “House of Lontara” ini merupakan sosok muda yang mampu melakukan terobosan dalam seni membatik dengan meracik tema lokal khas Makassar yakni Batik Lontara.

Hasil kreativitas ini kemudian menggugah pemerintah kota (Pemkot) Makassar untuk memberi dukungan penuh. Tidak tangung-tanggung, Walikota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto kemudian memperkenalkan dan mengangkat Batik Lontara menjadi heritage Indonesia ke depan. Melalui Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif, gagasan ini kemudian mulai diimplementasikan. Tema besar yang diusung adalah menjadikan Batik Lontara sebagai komoditi andalan sekaligus sebagai ajang promosi wisata.

Di tempat lain, di kawasan Pasar Segar Panakukang, Makassar, sekelompok anak muda membuka sebuah bisnis café yang terbilang unik. Dengan tag line “My Love Coffee is My Culture”, anak-anak muda ini mengusung kreatitivitas sekaligus idealisme mereka. Café ini tidak saja menyajikan menu kopi biasa, namun juga meraciknya dengan khas lewat para barista (peracik kopi). Jenis kopi yang dipergunakan pun merupakan jenis kopi kelas satu dari daerah penghasil kopi dunia seperti kopi Kalosi di Enrekang dan kopi Toraja.

Salah satu yang cukup unik dari gerakan anak-anak muda ini adalah mereka tidak saja terjung langsung dalam memilih dan memilah jenis kopi langsung di daerah asalnya, tapi juga melakukan penyuluhan pada para petani kopi tentang bagaimana melakukan budidaya kopi yang berkualitas. Tidak sampai disitu saja, mereka bahkan ingin turut serta dalam melestarikan dan merawat kelangsungan tanaman kopi sebagai produk unggulan komoditas maupun produk budaya di Indonesia. “Untuk mewujudkan hal itu, kami sudah membeli lahan di Propinsi Sulawesi Tengah sebagai lahan perkebunan kopi”, ungkap Fitri Mattaliu, penggagas bisnis café bernuansa idealisme kultural ini.

Passion, kecintaan serta kerja idealisme memang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerak kekuatan ekonomi kreatif ini. Menurut Fitri Mattaliu yang juga seorang fotografer handal, hal yang sangat diperlukan untuk tumbuh suburnya kekuatan kreativitas dalam ekonomi kreatif ini adalah atmosfir yang tak direcoki berbagai aturan. “Mereka hanya butuh iklim yang kondusif untuk berkarya, syukur-syukur bila pemerintah juga ikut mendukung” tegas Fitri. Karena bagaimanapun, yang dibutuhkan ekonomi kreatif ini  adalah ruang kreatif untuk berkarya.* (M. Yushar M)