Menikmati kota Chiang Mai, yang terletak di bagian utara
Thailand, hanya dengan tiga malam dan empat hari serasa tidak cukup. Apalagi beberapa dari kami tiba di bandara
Chiang Mai International Airport persis tengah malam, disela menuju pergantian
hari. Jarak dari bandara ke hotel yang
umumnya ditempuh sekitar 20 menit, hanya butuh sekitar 15 menit mencapai Hotel Centara Duangtawan. Memang, kota sedang “beristirahat”.
Foto by Chalermchai / Guide Trip Web |
Kami mencoba menikmati “denyut” kota sekitar jam tujuh pagi
di hari pertama, Senin akhir November 2013 lalu. Setelah
menyelesaikan makan pagi, sekitar jam 7-an, saya dan seorang teman workshop, mencoba menemukan ciri Chiang
Mai sebagai kota yang didatangi 2 jutaan pengunjung pertahun. Hotel tempat kami menginap, Hotel Centara Duangtawan, terletak
persis pada perempatan persimpangan antara Loykroh
Road dan Loykroh Land 4. Posisi yang tepat untuk mencari “sentuhan”
kota.
Luas kedua jalan di persimpangan tidaklah terlalu luas,
dengan sidewalk bagi pedestrian hampir dua meter lebarnya.
Hanya bisa empat mobil berpapasan.
Jalan-jalan, yang tampak begitu
bersih, menyambut udara kota yang nyaman.
Deretan toko di depan hotel kami rata-rata berukuran kecil. Hampir semua toko telah dibuka. Satu toko telah mengatur rapi beberapa sepeda
motor tepat di depan tokonya. Disewakan
khususnya bagi wisatawan, seperti dijelaskan salah satu penduduk lokal yang
kami tanya. Satu-dua songthaew, kendaraan umum lokal, melintas
bersama kendaraan pribadi, diselingi sepeda motor, di jalan depan hotel. Dari penampilan pengendara dan penumpang, tampaknya
mereka bersiap ke tempat kerja. Irama
kehidupan sekitar wilayah hotel tampak dimulai dengan perlahan. Suasana yang membentuk “gairah” yang masih
belum lengkap. Belum sepenuhnya menyentuh, saya merasakan.
Toko depan Hotel Centara Duangtawan, Chiang Mai, Thailand Foto Riad Mustafa |
“Sentuhan” kota mulai tampak, justru muncul di depan hotel
kami. Di depan hotel, sejumlah bus besar
parkir, menurunkan lalu membawa sebagian besar wisatawan. Ada banyak ragam bahasa kami dengar. Keramaian bertambah dengan sejumlah penjaja
lokal, umumnya menjual buah-buahan segar.
Ada juga menjual pernik asesori. Hiruk-pikuk tampak. Chiang Mai perlahan bergerak. Namun, kami harus kembali ke kamar hotel,
bersiap mengikuti workshop, hingga
sore hari, sekitar jam 5.
Di Malam hari kota, yang terletak di ujung utara Thailand
ini, “menjawab” gairah kami yang belum
lengkap. Keluar dari hotel dan menyeberang
persimpangan empat, hotel internasional bintang empat Le Meridien menyambut pejalan kaki yang memenuhi kedua sisi
sidewalk Loykroh Road. Sidewalk ini menuju ke pusat night market yang terletak di Chang Klan Road, sekitar 200 meter arah
timur. Wisatawan, dari Asia namun kebanyakan wisatawan
barat, lalu lalang di kedua sisi sidewalk,
sekitar pukul 9-an malam hari.
Tepat di perempatan Loykroh
Road dan Chang Klan Road, adalah
tempat restauran international Le
Bistrot. Sebagian meja-meja berada di
luar restauran. Tidak ada kursi tersisa.
Hampir seluruhnya wisatawan barat
memenuhi kursi restauran. Di ujung lain perempatan, terdapat dua toko
cepat saji terkenal; Burger King dan
McDonald’s.
Walau sepanjang Chang
Klan Road tidak ditutup penuh, namun tampaknya seperti tidak diperuntukkan
bagi kendaraan pada saat pasar malam.
Hanya lautan orang yang memadati keseluruhan badan jalan. Satu dua mobil yang melintasi harus perlahan
melaju, sambil selalu mendahulukan pejalan yang akan menyeberang. Di bahu jalan sejumlah songthaew dan tuk-tuk, kendaraan
umum beroda tiga, parkir. Beberapa orang
khusus bertugas menawarkan jasa ke pejalan kaki.
Menyusuri bagian dalam sisi jalan sepanjang Chang Klan Road, beragam hal menawarkan
“magnet” bagi pengunjung. Bagi yang memang
berupaya merasakan “sentuhan” Chiang Mai, mereka dapat singgah ke pengrajin
payung ataupun pemahat sabun. Bisa juga mampir
ke penjaja kerajinan tangan khas Ching Mai. Beragam bisa ditemukan di tempat
itu seperti pakaian,asesori, sutra khas Thailand, perhiasan, jam tangan, serta
beragam perhiasan kecil termasuk mainan.
Beberapa penjaja khusus menjual buah-buahan serta makanan ringan ala
Thailand. Di sepanjang jalan Chang Klan Road ini juga ditemukan toko kamera, internet café, agen perjalanan, tempat
pijat, dan banyak toko lainnya. Ada
bahkan tempat bagi para wisatawan berfoto dengan memakai pakaian tradisional
setempat. Yang menarik adalah harga yang
dijual, khususnya barang hasil kerajinan tangan, tidak mahal. Bisa ditawar.
Juga, pusat pembuatannya tidak jauh dari night market.
Tidak terasa, penyusuran kami berempat, harus segera
dihentikan ketika jam menunjukkan angka 10 di malam itu. Workshop
hari kedua harus kami utamakan, walaupun night market masih terus memenuhi benak kami. Isyarat masih banyak bagian night market “memanggil” kami.
Waktu selebihnya adalah tentang workshop, hingga akhirnya menuju bandara di siang hari, 27 November
2013. Sentuhan Chiang Mai masih kuat di
benak. Beberapa teman lain juga
mengiyakan. Memang, merasakan “sentuhan”
Chiang Mai hanya dalam beberapa hari, disela kegiatan lain, tidaklah
cukup. Namun demikian, saya sepenuhnya
senang berada di sana, ditemani oleh Adisorn ode-sri, panitia workshop, dan seluruh anggotanya. Adisorn tidak hanya bertindak sebagai
panitia, namun sebagai guide,
penolong kami ketika butuh terjemahan dari tulisan beraksara Thai, sebagai
teman berkelakar, dan sebagai wakil dari warga Chiang Mai.
Riad Mustafa
redaksi@smartcitymakassar.com