MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Kamis, 05 November 2015

Pasar Malam Chiang Mai yang Ramai

Menikmati kota Chiang Mai, yang terletak di bagian utara Thailand, hanya dengan tiga malam dan empat hari serasa tidak cukup.  Apalagi beberapa dari kami tiba di bandara Chiang Mai International Airport persis tengah malam, disela menuju pergantian hari.  Jarak dari bandara ke hotel yang umumnya ditempuh sekitar 20 menit, hanya butuh sekitar 15 menit mencapai Hotel Centara Duangtawan.  Memang, kota sedang “beristirahat”.

Foto by Chalermchai / Guide Trip Web

Kami mencoba menikmati “denyut” kota sekitar jam tujuh pagi di hari pertama, Senin akhir November 2013 lalu.   Setelah menyelesaikan makan pagi, sekitar jam 7-an, saya dan seorang teman workshop, mencoba menemukan ciri Chiang Mai sebagai kota yang didatangi 2 jutaan pengunjung pertahun.  Hotel tempat kami menginap, Hotel Centara Duangtawan, terletak persis pada perempatan persimpangan antara Loykroh Road dan Loykroh Land 4.  Posisi yang tepat untuk mencari “sentuhan” kota. 

Luas kedua jalan di persimpangan tidaklah terlalu luas, dengan sidewalk bagi pedestrian hampir dua meter lebarnya.  Hanya bisa empat mobil berpapasan.  Jalan-jalan,  yang tampak begitu bersih, menyambut udara kota yang nyaman.  Deretan toko di depan hotel kami rata-rata berukuran kecil.  Hampir semua toko telah dibuka.  Satu toko telah mengatur rapi beberapa sepeda motor tepat di depan tokonya.  Disewakan khususnya bagi wisatawan, seperti dijelaskan salah satu penduduk lokal yang kami tanya.  Satu-dua songthaew, kendaraan umum lokal, melintas bersama kendaraan pribadi, diselingi sepeda motor, di jalan depan hotel.  Dari penampilan pengendara dan penumpang, tampaknya mereka bersiap ke tempat kerja.  Irama kehidupan sekitar wilayah hotel tampak dimulai dengan perlahan.  Suasana yang membentuk “gairah” yang masih belum lengkap. Belum sepenuhnya menyentuh, saya merasakan.

Toko depan Hotel Centara Duangtawan, Chiang Mai, Thailand
Foto Riad Mustafa
“Sentuhan” kota mulai tampak, justru muncul di depan hotel kami.  Di depan hotel, sejumlah bus besar parkir, menurunkan lalu membawa sebagian besar wisatawan.  Ada banyak ragam bahasa kami dengar.  Keramaian bertambah dengan sejumlah penjaja lokal, umumnya menjual buah-buahan segar.   Ada juga menjual pernik asesori.  Hiruk-pikuk tampak.  Chiang Mai perlahan bergerak.  Namun, kami harus kembali ke kamar hotel, bersiap mengikuti workshop, hingga sore hari, sekitar jam 5.

Di Malam hari kota, yang terletak di ujung utara Thailand ini, “menjawab” gairah  kami yang belum lengkap.  Keluar dari hotel dan menyeberang persimpangan empat, hotel internasional bintang empat Le Meridien menyambut pejalan kaki yang memenuhi kedua sisi sidewalk Loykroh Road.   Sidewalk ini menuju ke pusat night market yang terletak di Chang Klan Road, sekitar 200 meter arah timur.  Wisatawan, dari Asia namun kebanyakan wisatawan barat, lalu lalang di kedua sisi sidewalk, sekitar pukul 9-an malam hari.

Tepat di perempatan Loykroh Road dan Chang Klan Road, adalah tempat restauran international Le Bistrot.  Sebagian meja-meja berada di luar restauran.  Tidak ada kursi tersisa.   Hampir seluruhnya wisatawan barat memenuhi kursi restauran.   Di ujung lain perempatan, terdapat dua toko cepat saji terkenal; Burger King dan McDonald’s.

Walau sepanjang Chang Klan Road tidak ditutup penuh, namun tampaknya seperti tidak diperuntukkan bagi kendaraan pada saat pasar malam.  Hanya lautan orang yang memadati keseluruhan badan jalan.  Satu dua mobil yang melintasi harus perlahan melaju, sambil selalu mendahulukan pejalan yang akan menyeberang.  Di bahu jalan sejumlah songthaew dan tuk-tuk, kendaraan umum beroda tiga, parkir.  Beberapa orang khusus bertugas menawarkan jasa ke pejalan kaki.

Menyusuri bagian dalam sisi jalan sepanjang Chang Klan Road, beragam hal menawarkan “magnet” bagi pengunjung.   Bagi yang memang berupaya merasakan “sentuhan” Chiang Mai, mereka dapat singgah ke pengrajin payung ataupun pemahat sabun.  Bisa juga mampir ke penjaja kerajinan tangan khas Ching Mai. Beragam bisa ditemukan di tempat itu seperti pakaian,asesori, sutra khas Thailand, perhiasan, jam tangan, serta beragam perhiasan kecil termasuk mainan.  Beberapa penjaja khusus menjual buah-buahan serta makanan ringan ala Thailand.   Di sepanjang jalan Chang Klan Road ini juga ditemukan toko kamera, internet cafĂ©, agen perjalanan, tempat pijat, dan banyak toko lainnya.  Ada bahkan tempat bagi para wisatawan berfoto dengan memakai pakaian tradisional setempat.  Yang menarik adalah harga yang dijual, khususnya barang hasil kerajinan tangan, tidak mahal.  Bisa ditawar.  Juga, pusat pembuatannya tidak jauh dari night market.

Tidak terasa, penyusuran kami berempat, harus segera dihentikan ketika jam menunjukkan angka 10 di malam itu.  Workshop hari kedua harus kami utamakan, walaupun night market masih terus memenuhi benak kami.  Isyarat masih banyak bagian night market “memanggil” kami. 

Waktu selebihnya adalah tentang workshop, hingga akhirnya menuju bandara di siang hari, 27 November 2013.  Sentuhan Chiang Mai masih kuat di benak.  Beberapa teman lain juga mengiyakan.  Memang, merasakan “sentuhan” Chiang Mai hanya dalam beberapa hari, disela kegiatan lain, tidaklah cukup.  Namun demikian, saya sepenuhnya senang berada di sana, ditemani oleh Adisorn ode-sri, panitia workshop, dan seluruh anggotanya.  Adisorn tidak hanya bertindak sebagai panitia, namun sebagai guide, penolong kami ketika butuh terjemahan dari tulisan beraksara Thai, sebagai teman berkelakar, dan sebagai wakil dari warga Chiang Mai. 


Riad Mustafa
redaksi@smartcitymakassar.com