MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Sabtu, 19 Desember 2015

ASEAN dalam Ruang Tanpa Sekat



Smartcitymakassar.com. --Makassar-  ASEAN Community atau lebih akrab disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN akan mulai diterapkan di akhir 2015 nanti. Sejarah kesepakatan penerapan MEA 2015 merupakan bagian dari hasil pertemuan para kepala negara ASEAN dalam forum Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada satu dekade lalu. Kesepakatan tersebut menjadi bagian yang paling mendapat sorotan dan perdebatan karena secara langsung akan mengubah peta perdagangan ASEAN.

Dalam gambar besar, sejatinya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah sebuah era di mana sebuah area pasar tunggal diberlakukan di kawasan Asia Tenggara. Tujuan dasar dari kesepakatan para pemimpin nasional negara-negara ASEAN itu dilakukan agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Bagaimanapun, kebutuhan akan penanaman modal asing sangat diperlukan di wilayah ini untuk menciptakan perluasan lapangan pekerjaan yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan ASEAN.

Dengan demikian, kehadiran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan langkah untuk  meningkatkan stabilitas  perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN. ASEAN merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja.

Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Pada KTT selanjutnya yang berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015.

Ada beberapa dampak dari konsekuensi MEA, yakni dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal. Tidak hanya dampak, ada beberapa hambatan Indonesia untuk menghadapi MEA.

Pertama, mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, di mana hingga Febuari 2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia. Kedua, ketersediaan dan kualitas infrastuktur masih kurang sehingga memengaruhi kelancaran arus barang dan jasa. Ketiga, sektor industri yang rapuh karena ketergantungan impor bahan baku dan setengah jadi. Keempat, keterbatasan pasokan energi. Kelima, lemahnya Indonesia menghadapi serbuan impor, dan sekarang produk impor Tiongkok sudah membanjiri Indonesia. Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan langkah strategis dalam sektor tenaga kerja, sektor infrastuktur, dan sektor industri.* (Makmur Gazali)

Dimuat Edisi 7 Oktober (hal. 12-13), 2015, SmartCity Magazine