MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Sabtu, 05 Desember 2015

Warga adalah “Raja” bagi Kota Masa Depan

Benchmark, 2nd Edition (May 2015)

Salah satu sisi kota Stockholm, Swedia (Photo: Project for Public Space, PPS, website)


Smartcitymakassar.com: “Buatlah sistem (desain kota) untuk manusianya, bukan manusianya yang diatur mengikuti sistem itu”, filosofi kebijakan Vision Zero, kata Matts-Åke Belin sang arsitek utama kebijakan ini.  Filosofi yang tidak semata berfokus pada keselamatan, tapi bagaimana membuat kota menjadi hidup; livable city.  Di livable city, manusia adalah sentrumnya.  Rumusan kebijakan kota Stockholm Vision Zero dengan manusia sebagai intinya berujung pada satu rencana kota.  Rencana kota yang dikenal dengan nama Walkable City Stockholm.  Kota bagi pejalan kaki. Walkability of Stockholm, dan taman High Line-nya New York yang transformatif adalah contoh jelas bagaimana suatu desain kota masa depan yang menempatkan manusianya, warganya, para pejalan-kaki, sebagai intinya. 

Unsur manusia dalam desain dan rencana kota tidak berhenti sebagai inti.  Warga diundang dan ditarik aktif membangun kotanya.  Partisipasi dibangun, kepemilikan diciptakan.  Di abad pertengahan, setiap warga, baik itu para ahli atau spesialis kota, artis, seniman, hingga pengrajin terlibat dalam pembangunan katedral besar mereka.  Sekitar periode 1970-an hingga 80-an, William Whyte telah memperkenalkan metodologi penelitian sosial dalam desain ruang public.  Whyte meneliti bagaimana kehidupan penduduknya di ruang publik. 

Arsitek dan Desain Kota dari Denmark, Jan Gehl, merencana kota dengan suatu revolusi terhadap cara warga hidup.  Revolusi yang bertujuan untuk mengubah karakter kota yang “kosong” dan ruang-ruang publik yang “tidak hidup” menjadi tempat yang menarik, nikmat dan aman.  Kota dibuat menjadi “dapat-dikenal”.  Jan Gehl dikenal memiliki pengetahuan dalam hal kehidupan suatu kota.


Kota Sigtuna, kota pertama di Swedia, ditemukan sekitar abad ke-10. (Photo: Ola Ericson, Visit Stockholm website)

Keterlibatan yang menciptakan rasa-kepemilikan kota dari warganya juga dijelaskan oleh Peabody, perusahaan perumahan terbesar dan tertua di London, Inggris.  Bagi Peabody, keterlibatan warga yang kuat dan aktif dalam proses pembangunan merupakan hal yang alami.  Setiap warga memiliki suara.  Para desainer di Peabody bertanya, mendengar, dan menyelidiki bagaimana orang berperilaku serta bereaksi di ruang-ruang publik.  Mereka memerlukan pengertian yang lengkap tentang bagaimana pendapat warga mengenai kondisi sekarang dan masa depan dari ruang-ruang publik.  Warga diminta pendapatnya tentang usulan ruang publik dari desainer.  Sehingga desain yang dihasilkan “terhubung” dengan pemakainya.  Hasil yang dinikmati dari proses ini adalah perbaikan terus-menerus bagi lingkungan tempat tinggal mereka.

Alexander Ståhle dari KTH Institute of Technology dan kantor perencanaan kota memperlihatkan bagaimana pentingnya menempatkan warga pejalan kaki sebagai pusat desain kota Stockholm.  Warga adalah pertimbangan kunci; bagai “sang raja”.  Ståhle menguraikan tingkat-kerapatan pejalan-kaki yang tinggi dengan kondisi smartness. Tingkat-kerapatan yang baik mendukung adanya ruang publik yang baik. Kota yang smarter, adalah tempat dimana terjadi interaksi warga yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah.  Level interaksi paling tinggi adalah face-to-face, diikuti di rumah, ruang pejalan-kaki, dan paling rendah di jalan raya.  Biaya paling rendah ditemukan di ruang pejalan-kaki dan pesepeda, dan paling tinggi di jalan raya. 

Pentingnya faktor pejalan kaki mulai menjadi salah satu pertimbangan penting di Amerika Serikat.   Warga bisa mempertimbangkan jarak tempuh dengan berjalan ketika akan memilih kota untuk tempatnya melakukan kegiatan.  Dengan Walk Score, atau index bagi pejalan-kaki, warga bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkanIndex ini memberikan informasi bagi warga mengenai lokasi dengan fasilitas berdasarkan jarak tempuh berjalan.

Dan Hill, Pimpinan Eksekutif, Institusi Penelitian Fabrica, di Spanyol, mengingatkan prinsip dalam mendesain suatu kota.  “Adalah warganya yang smart yang menjadikan kotanya smart”.  Manusianya, warganya, adalah pengalaman menarik Jeff Loux temukan, menjawab keingintahuannya mengapa setiap orang di Stockholm lebih banyak berjalan kaki bahkan dalam cuaca tidak bersahabat.*


Dimut di Rubrik 'Benchmark' Edisi 02, Mei 2015, halaman 28-31
Riad Mustafa