(Foto : Berbagai Sumber) |
Dalam sebuah buku “Sins Against Science” yang ditulis oleh Lynda Walsh, hoax merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang digunakan sejak era industri, diperkirakan pertama kali muncul pada tahun 1808. Sementara asal kata hoax sendiri diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni “hocus” dari mantra bahasa Latin “hocus pocus” yang mirip dengan mantra pesulap “sim salabim”.
Menyangkut cerita hoax ini, sekitar tahun 1829-1831, Poe, menulis di koran Balltimore bahwa akan ada orang yang akan meloncat dari Phoenix Shot Tower. Tower itu merupakan bangunan baru dan tertinggi di AS. Orang tersebut ingin menguji mesin terbang yang dibuatnya sendiri dan akan melayang ke Lazaretto Point Lighthouse yang berjarak 2,5 mil.
Apa yang dituliskan Poe, membuat masyarakat tertarik dan ingin menyaksikan langsung peristiwa itu pada tanggal 1 April. Ternyata, pada tanggal tersebut, yang ditunggu tak kunjung hadir. Masyarakat menjadi dongkol dan bubar. Poe lalu meminta maaf di koran sore, dengan alasan orang itu tidak bisa hadir karena salah satu sayapnya basah.
Sekarang, di negeri ini persoalan hoax semakin ramai. Apalagi mendekati hajatan Pemilu, apakah Pilkada atau Pilpres. Saking hebohnya tentang hoax, baraccung salah picca. Ceritanya begini, saat karibnya habis membeli ikan di pasar Pannampu, Baraccung melihat belanjaan karibnya dan berseru, “hati-hati ikan ta’ bos, ada hoaxnya!” Tentu saja karibnya bingung, apa hubungannya ikan dengan media sosial? Setelah berpikir sejenak, karib Baraccung menghardik, “anjo borax, bukanG hoax sotta!” Baraccung tidak mau kalah bahkan membela diri, “kanG, sama-sama membahayakanG, jadi adaji bannang eja na cukka ulu!” (Rahmat Mustafa)