MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Sabtu, 02 Januari 2016

Paradigma Perparkiran bagi Kota ke Depan

Photo by Auto Züri West AG, Switzerland
Smartcitymakassar.com. --Makassar- Memarkir kendaraan adalah kegiatan yang rutin sehari-hari.  Demikian pula dengan mencari tempat parkir yang kadangkala atau seringkali berputar-putar dan butuh waktu sebelum menemukannya.  Itu juga pengalaman rutin.  Namun, apakah pernah disadari bahwa mencari tempat parkir, dengan berputar, dan menghabiskan beberapa waktu untuknya, memiliki peran terhadap dan sumbangan bagi pengembangan kota masa depan, atau sering didengungkan dengan ‘Smart City’?  Pertanyaan ini mungkin saja belum rutin dipikirkan.

Salah satu masalah utama hampir sebagian besar kota yang bertumbuh pesat adalah masalah parkir kendaraan.  Streetline, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang perencanaan dan transportasi kota masa depan atau smart city, mengungkapkan bahwa parkir adalah masalah besar yang belum terselesaikan.  Mengutip Mark Delucchi dari University of Carolina at Davis, Streetline menjelaskan bahwa Amerika menghabiskan subsidi bagi off-street parking, atau parkir di luar jalan publik atau di tempat milik swasta, yang setara dengan bidang layangan kesehatan atau pertahanan nasional.  Di hampir semua kota besar dan yang bertumbuh pesat, kebutuhan lahan parkir pinggir jalan atau curbside parking jauh melebihi ketersediaan. 

Yang menambah pelik masalah perparkiran ini adalah curbside parking hampir dikatakan gratis ataupun sangat murah. Jikapun berbayar, harganya jauh lebih rendah dibanding jenis off-street parking yang sebagian besar dikelola oleh swasta. Lahan parkir gratis atau murah mendorong orang menggunakan mobil sendiri (solo driver) dibanding carpool atau car-sharing, berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum.  Akibatnya, kepadatan lalu lintas bertambah, dan banyak kendaraan memerlukan tempat parkir.  Ini adalah pemicu kemacetan, pemborosan bahan bakar serta sumber peningkatan emisi karbon. 

Ketersediaan lahan parkir yang harus melimpah dan gratis di hampir semua tempat dianggap paradigma lama.  Paradigma ini berfokus pada hal prediksi (predict) dan penyediaan (provide) yang cenderung membawa pada yang disebut siklus ketergantungan mobil (cycle of automobile dependency).   Siklus ini menggambarkan bahwa semakin tersebarnya pembangunan lahan parkir akan memicu peningkatan pemilikan kendaraan.  Peningkatan pemilikan kendaraan pada akhirnya akan mendorong kebutuhan pembangunan lahan baru.  Demikian siklus ini seterusnya berputar.

Paradigma baru muncul untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh paradigm sebelumnya.  Paradigma ini menekankan pada optimalisasi antara ketersediaan lahan parkir dan harga.  Lahan parkir yang terlalu sedikit sama merugikannya dengan terlalu banyak.  Demikian halnya dengan harga, terlalu murah atau mahal adalah sama merugikan.  Dibanding memperluas lahan parkir atau supply, solusi pengelolaan (management) dianggap lebih baik karena mampu mendukung sejumlah sasaran perencanaan strategis perparkiran. Jika diefektifkan, pengelolaan ini mampu mengurangi antara 20%-40% kebutuhan perparkiran.  Tidak hanya itu, sejumlah keuntungan sosial, ekonomis, dan lingkungan juga mengikut, seperti dijelaskan Todd Litman dari Victoria Transport Policy Institute.

Salah satu hal penting dalam pengelolalan perparkiran adalah tentang kebijakan.  Dalam hal ini, menurut Todd Litman, ada 10 prinsip umum pengelolaan perparkiran yang dapat membantu pengambilan keputusan atau kebijakan menyangkut pengelolaannya.  Diantara sepuluh prinsip tersebut, beberapa yang penting disebutkan adalah seperti peak management, fleksibilitas, berbagi (sharing), informasi pengguna parkir, dan efisiensi penggunaan lahan parkir.  Peak management adalah tentang pengaturan perparkiran pada saat permintaan paling tinggi.  Fleksibilitas dibutuhkan untuk menghadapi kondisi yang tidak pasti dan berubah.  Prinsip berbagi (sharing) penting dalam melayani keragaman pengguna dan tujuan.  Informasi pengguna seperti pilihan tempat parkir dan jalur perjalanannya adalah juga penting.  Serta penggunaan lahan parkir yang efisien sehingga lahan tersebut sering terisi.

Kebijakan perparkiran yang terkelola baik dapat mengatasi ongkos ekonomis dan lingkungan akibat inefisiensi perparkiran.  Studi seperti yang dilansir oleh Streetline menunjukkan bahwa 8%-74% kepadatan lalulintas di daerah pusat kota adalah disebabkan oleh pengendara yang hilir-mudik mencari parkiran, sekitar 28% pengemudi di Manhattan dan 45% di Brooklyn berkeliling mencari parkiran, sekitar 3.5 hingga 14 menit dibutuhkan waktu untuk setiap kali parkir seperti yang terjadi di London, San Francisco, New York dan Sydney.  Dalam radius 15-blok di kota, seperti di Los Angeles, kajian menunjukkan bahwa para pengemudi yang berkeliling mencari parkir total menghabiskan sekitar 950,000 mil jarak setahun, yang jika dikonversi menjadi pemborosan sekitar 47,000 gallon bahan bakar, serta menyumbangkan gas rumah kaca CO2 sekitar 730 ton.  Contoh di atas adalah satu gambaran yang harus dihindari bagi kota-kota yang memiliki visi menjadi kota masa depan atau Smart City.* (Riad Mustafa)