Photo by Auto Züri West AG, Switzerland |
Smartcitymakassar.com. --Makassar- Memarkir kendaraan adalah kegiatan yang
rutin sehari-hari. Demikian pula dengan
mencari tempat parkir yang kadangkala atau seringkali berputar-putar dan butuh
waktu sebelum menemukannya. Itu juga pengalaman
rutin. Namun, apakah pernah disadari
bahwa mencari tempat parkir, dengan berputar, dan menghabiskan beberapa waktu
untuknya, memiliki peran terhadap dan sumbangan bagi pengembangan kota masa
depan, atau sering didengungkan dengan ‘Smart City’? Pertanyaan ini mungkin saja belum rutin
dipikirkan.
Salah satu
masalah utama hampir sebagian besar kota yang bertumbuh pesat adalah masalah
parkir kendaraan. Streetline, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang
perencanaan dan transportasi kota masa depan atau smart city, mengungkapkan bahwa parkir adalah masalah besar yang
belum terselesaikan. Mengutip Mark
Delucchi dari University of Carolina at
Davis, Streetline menjelaskan bahwa Amerika menghabiskan subsidi bagi off-street parking, atau parkir di luar
jalan publik atau di tempat milik swasta, yang setara dengan bidang layangan
kesehatan atau pertahanan nasional. Di
hampir semua kota besar dan yang bertumbuh pesat, kebutuhan lahan parkir
pinggir jalan atau curbside parking
jauh melebihi ketersediaan.
Yang menambah
pelik masalah perparkiran ini adalah curbside
parking hampir dikatakan gratis ataupun sangat murah. Jikapun berbayar, harganya
jauh lebih rendah dibanding jenis off-street
parking yang sebagian besar dikelola oleh swasta. Lahan parkir gratis atau murah mendorong orang menggunakan mobil
sendiri (solo driver) dibanding carpool atau car-sharing, berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan
transportasi umum. Akibatnya, kepadatan
lalu lintas bertambah, dan banyak kendaraan memerlukan tempat parkir. Ini adalah pemicu kemacetan, pemborosan bahan
bakar serta sumber peningkatan emisi karbon.
Ketersediaan
lahan parkir yang harus melimpah dan gratis di hampir semua tempat dianggap
paradigma lama. Paradigma ini berfokus
pada hal prediksi (predict) dan
penyediaan (provide) yang cenderung membawa
pada yang disebut siklus ketergantungan mobil (cycle of automobile dependency). Siklus ini menggambarkan bahwa semakin
tersebarnya pembangunan lahan parkir akan memicu peningkatan pemilikan
kendaraan. Peningkatan pemilikan
kendaraan pada akhirnya akan mendorong kebutuhan pembangunan lahan baru. Demikian siklus ini seterusnya berputar.
Paradigma baru muncul untuk
menjawab tantangan yang dihadapi oleh paradigm sebelumnya. Paradigma ini menekankan pada optimalisasi
antara ketersediaan lahan parkir dan harga.
Lahan parkir yang terlalu sedikit sama merugikannya dengan terlalu
banyak. Demikian halnya dengan harga,
terlalu murah atau mahal adalah sama merugikan.
Dibanding memperluas lahan parkir atau supply, solusi pengelolaan (management)
dianggap lebih baik karena mampu mendukung sejumlah sasaran perencanaan
strategis perparkiran. Jika diefektifkan,
pengelolaan ini mampu mengurangi antara 20%-40% kebutuhan perparkiran. Tidak hanya itu, sejumlah keuntungan sosial,
ekonomis, dan lingkungan juga mengikut, seperti dijelaskan Todd Litman dari Victoria
Transport Policy Institute.
Salah satu hal
penting dalam pengelolalan perparkiran adalah tentang kebijakan. Dalam hal ini, menurut Todd Litman, ada 10 prinsip umum pengelolaan perparkiran yang dapat
membantu pengambilan keputusan atau kebijakan menyangkut pengelolaannya. Diantara sepuluh prinsip tersebut, beberapa
yang penting disebutkan adalah seperti peak
management, fleksibilitas, berbagi (sharing),
informasi pengguna parkir, dan efisiensi penggunaan lahan parkir. Peak
management adalah tentang pengaturan perparkiran pada saat permintaan
paling tinggi. Fleksibilitas dibutuhkan
untuk menghadapi kondisi yang tidak pasti dan berubah. Prinsip berbagi (sharing) penting dalam melayani keragaman pengguna dan tujuan. Informasi pengguna seperti pilihan tempat
parkir dan jalur perjalanannya adalah juga penting. Serta penggunaan lahan parkir yang efisien
sehingga lahan tersebut sering terisi.
Kebijakan
perparkiran yang terkelola baik dapat mengatasi ongkos ekonomis dan lingkungan
akibat inefisiensi perparkiran. Studi
seperti yang dilansir oleh Streetline
menunjukkan bahwa 8%-74% kepadatan lalulintas di daerah pusat kota adalah disebabkan
oleh pengendara yang hilir-mudik mencari parkiran, sekitar 28% pengemudi di
Manhattan dan 45% di Brooklyn berkeliling mencari parkiran, sekitar 3.5 hingga
14 menit dibutuhkan waktu untuk setiap kali parkir seperti yang terjadi di
London, San Francisco, New York dan Sydney.
Dalam radius 15-blok di kota, seperti di Los Angeles, kajian menunjukkan
bahwa para pengemudi yang berkeliling mencari parkir total menghabiskan sekitar
950,000 mil jarak setahun, yang jika dikonversi menjadi pemborosan sekitar
47,000 gallon bahan bakar, serta menyumbangkan gas rumah kaca CO2 sekitar 730
ton. Contoh di atas adalah satu gambaran
yang harus dihindari bagi kota-kota yang memiliki visi menjadi kota masa depan
atau Smart City.* (Riad Mustafa)