MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Tampilkan postingan dengan label In-Depth News. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label In-Depth News. Tampilkan semua postingan

Rabu, 17 Februari 2016

The Colourful and Diverse Makassar (1/3)



Smartcitymakassar.com. --Makassar-
The history of Makassar city is the history of cultural and religious diversity heritage through the long process of acculturation. These diversities, in ethnic, tradition, and religions and believes, and indeed culinary, enrich the colours of this city. The tolerant and open place has been the centuries-old character of Makassar.

Since the Mayor of Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, has proclaimed Smart City dan Sombere’ (Smart City and Sympathy) as the key program of Makassar, lots of efforts, innovative breakthroughs, came together. Under the smart combination of the modern (Smart City) concept and long centuries of legacy (varied sources of localities), the program has unique and specific touch. The diversity, the colours of traditions and cultures, that Makassar has, comes from long historical process. They are the cornerstone of the smart city, future, of Makassar.

From historical perspective, the pillars of Smart City concept is centuries old. Makassar was part of Gowa Kingdom's territories. Mpu Prapanca mentioned Makassar in his book called 'Negarakretagama Pupuh XIV'. The book describes that Majapahit Kingdom colonised an area called Makassar. Under the ruler of The 9th King of Gowa, Karaeng Tumaparisi Kallonna (1510-1546), Makassar became famous. Makassar was part of Gowa Kingdom.

The great and future vision of King of Karaeng Tumaparisi Kallonna put Makassar into the golden glory. The king moved the government centre from hinterland to coastal area, then built a fort located at the estuary of Je'neberang River. There, the King put a harbormaster who controls the all activities in trades.* (Muhammad Yushar)
(to be continued)

Rabu, 06 Januari 2016

Corat-Coret yang "Go International"



Smartcitymakassar.com. --Makassar- Sektor ekonomi kreatif yang berkembang pesat saat ini telah merambah ke pelbagai kota di seluruh Indonesia, salah satunya adalah kota Makassar. Di kota ini, tepatnya jalan Arif Rate, penulis mengunjungi Kafe Ezpresso untuk mencoba berbaur dan menikmati antusias para pelaku ekonomi kreatif.

Salah satunya adalah Randy Rajavi – sosok pemuda kelahiran Ujung Pandang, 19 Agustus 1986 – yang merupakan salah satu dari sekian graphic designers asal Makassar yang telah Go International.

Sebagai salah seorang pelaku indsutri kreatifitas di Makassar tepatnya industri jasa pembuatan logo atau ikon suatu organisasi atau perusahaan, Randy (sapaan akrab Randy Rajavi) memiliki cerita yang menarik dibalik proses dia menjadi salah satu Graphic Designer muda yang masterpiece-nya laris manis di pasar internasional.

Dengan antusias, Randy bercerita bahwa pertama kali dia mengikuti perlombaan tingkat lokal yaitu Sayembara Logo Makassar dan Logo Persatuan Sepakbola Makassar (PSM). Namun, Randy akhirnya gagal memenangkan dua sayembara tersebut dan hanya menjadi finalis di dua perlombaan tersebut.

Rasa kecewa sama sekali tidak terbesit dalam hati Randy, tetapi justru menjadi motivasi dia untuk terus belajar menggeluti hobi yang menjadi profesi dia yaitu dunia desain, khususnya Artwork, Digital Images, dan Logo.

Hobi Randy ini bermula sejak dia masih berumur lima tahun dimana dia senang sekali mewarnai buku bergambar dan di usia tersebutlah dia sangat tertarik oleh warna-warna. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), secara kebetulan kakak Randy menggambar logo grup musik Van Halen menggunakan applikasi Corel Draw.

Randy melihat aktifitas kakaknya kemudian dia pun tertarik dengan desain logo menggunakan Corel Draw. Sejak saat itulah, Randy kemudian mencoba belajar secara otodidak serta mencari referensi dari internet dalam proses pembelajarannya.

Sampai tahun 2008, Randy hanya menggunakan perangkat yang cukup sederhana untuk seorang Graphic Designer yaitu komputer Pentium III dengan VGA 64Bit, dan RAM 1GB. Namun, ini bukan menjadi halangan untuk Randy menjadi pemuda kreatif dalam menghasilkan karya-karya yang ciamik.

Sebagai contoh karya yang dibuat melalui perangkat sederhana tersebut adalah Randy berhasil memenangkan sayembara logo Sun Tea dari Amerika Serikat yang dimeriahkan oleh 138 desainer dari seluruh dunia dengan 434 desain logo dalam sayembara tersebut.


Salah satu karya Randy yang memenangkan sayembara logo di Austria


Desain logo Sun Tea yang diciptakan oleh Randy juga terpampang jelas di salah satu mobil peserta perlombaan balapan ternama di Amerika, The National Association for Stock Car Auto Racing (NASCAR). Kemudian, Randy memenangkan sayembara logo organisasi bernama Ocounco (Puerto Rico) yaitu organisasi yang bergerak dalam bidang pelesetarian dan perlindungan flora dan fauna langka di Puerto Rico.

Prestasi Randy pun kemudian dilengkapi dengan memenangkan sayembara logo dari KelleyNorcia (Connecticut), Eilleen’s (Australia), World War Brew (Amerika), dan Alte Bäckerei (Austria). Sumbangsih besar Randy dalam merangsang industri kreatifitas Makassar dan juga megharumkan nama kota Makassar dalam tingkat Asia adalah memenangkan sayembara logo yang diselenggarakan oleh Moto of Sport dari Taiwan.

Prestasi yang telah ditorehkan oleh Randy di sektor ekonomi kreatif, khususnya desain grafis logo, patut kita beri apresiasi utamanya dampak positif yang disumbangkan oleh Randy dalam mengharumkan nama Makassar di kancah internasional yang sarat kompetisi.

Prestasi yang diraih oleh Randy ini tidak terlepas dari dukungan moril keluarganya serta wanita yang dia kasihi yang bernama Nabila Zahra.

Dengan sikap low profile-nya, Randy berujar bahwa mesikipun dia telah berhasil memenangkan beberapa sayembara internasional, namun ada juga beberapa desainer grafis Makassar yang bahkan telah dikontrak oleh perusahaan-perusahaan asing seperti dari Amerika, Kanada.

Ke depan, Randy berharap bahwa Pemerintah Kota Makassar seyogyanya mendukung langsung para desainer grafis di Makassar melalui program-program yang menarik misalnya program beasiswa belajar ke luar negeri.* (Muhammad Yushar)

Senin, 04 Januari 2016

Era Ekonomi Gelombang Keempat



Smartcitymakassar.com. --Makassar-

Bermula dari kegemaran dan gairah kreativitas, kerja yang banyak digerakkan oleh anak-anak muda ini terus bertumbuh semakin membesar. Dengan bekal kerja keras dan modal seadanya, mereka membangun bisnis berbasis imajinasi dan kreativitas yang di era sebelumnya belum banyak dikenal.

Gemuruh kekuatan ekonomi kreatif ini memang pantas mendapat decak kagum. Bagaimana tidak, banyak dari bisnis ini yang semula dikelola dengan spirit kekuatan passion semata, kini telah berkembang menjadi bisnis raksasa. Mulai dari bisnis pakaian, makanan, adibusana, konten digital, desain grafis, musik, hingga film. Kini orang-orang kemudian mengenalnya dengan kekuatan ekonomi gelombang keempat.

Tidak mengherankan bila kekuatan ekonomi gelombang keempat ini telah menjadi zona ekonomi primadona dunia. Bagaimana pun, era saat ini memang telah memasuki era di mana ekonomi berbasis pengetahuan telah menjadi pemicu bergeraknya sebuah negara atau kawasan. Inilah abad yang membutuhkan modal sumber daya manusia (SDM) yang kreatif dan bertalenta.

Menyadari potensi besar di sektor ekonomi kreatif ini, pemerintah sejak tahun 2008 lalu telah menyusun cetak biru pengembangan ekonomi kreatif. Pada tahun 2011, dari data yang tersedia menyebutkan bahwa industri kreatif ini telah mulai menyumbang tujuh persen dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini semakin membesar di tahun-tahun ke depan mengingat sektor ini semakin memiliki topangan pasar dunia yang sangat luas.

Dalam pendekatan teori ekonomi, setidaknya ada empat gelombang pembangunan ekonomi dunia. Gelombang pertama adalah pertanian, selanjutnya era industrialisasi, kemudian dilanjutkan dengan era ekonomi berbasis informasi dan pengetahuan, dan yang terakhir adalah era ekonomi kreatif. Pada prinsipnya, ekonomi kreatif adalah ekonomi yang menggunakan pengetahuan dan teknologi yang ada untuk mendapatkan nilai tambah yang tinggi.

Sampai saat ini, pemerintah membagi ekonomi kreatif dalam delapan sektor, yakni seni rupa, arsitektur, seni pertunjukan, media konten, desain, industri musik, fashion dan perfilman. Kemudian di dalam sektor tersebut berbagi lagi menjadi puluhan sub-sektor lagi, seperti kuliner, iklan, percetakan dan penerbitan, kerajinan dan lain-lain.

Pertumbuhan pesat ekonomi kreatif ini bagaimana pun harus ditunjang oleh dukungan penuh pemerintah, terutama pemerintah di daerah. Pada masa kerja Menteri Parawisata dan Ekonomi Kreatif masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Mari E. Pangestu, gugus kreatif di tingkat daerah telah mulai terbentuk dan berjalan. Gugus kreatif inilah yang kemudian meletakkan peta ekonomi kreatif di tiap daerah berdasarkan kekuatan yang dimiliki daerah masing-masing.

Hal yang menarik dari gerakan ekonomi kreatif ini adalah munculnya fenomena kelompok-kelompok komunitas yang saling berinteraksi dalam ide-ide kreatif. Di kota Makassar, komunitas-komunitas ini banyak ditemui di ruang-ruang publik atau di warung kopi (warkop) yang tertebaran di kota ini. Sebutlah salah satu diantaranya adalah komunitas Yayasan Makassar Sekalia, yang memayungi berbagai ragam komunitas di Makassar untuk bergerak kreatif membuat proyek pengerjaan kapal Pinisi sebagai media edukatif generasi muda.

Kerja pemerintah daerah untuk mendukung serta memberi ruang bagi atmosfir tumbuh kembangnya ekonomi kreatif menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Pemerintah kota (Pemkot) Makassar telah menyadari hal tersebut. Berbagai macam gelaran dan festival pernah dilakukan Pemkot Makassar untuk membuka ruang kreativitas dari ekonomi gelombang keempat ini. Festival Culinary Night, Eat and Run serta menjadikan Batik Lontara sebagai produk batik andalan Makassar merupakan contoh kecil.

Satu hal yang masih belum terpetakan dengan baik adalah kekuatan ekonomi kreatif dalam sub-sektor mana yang menjadi fokus kekuatan Makassar. Di samping itu, data dari Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar tentang pertumbuhan sektor ini juga belum tersedia. Padahal, data tersebut sangat penting karena dari sanalah pijakan pemerintah untuk bisa bergerak memberi ruang dukungan. Kota Bandung misalnya, kuat sub-sektor digital, arsitektur dan desain. Yogyakarta dan Bali dikenal sebagai sentra kerajinan seni dan budaya. Kota Malang banyak melahirkan animator, sedangkan Solo sangat giat mengembangkankan seni tari dan musik tradisional.

Sebagaimana peluang besar dibidang lain, gemuruh ekonomi kreatif ini juga menyimpan tantangan yang besar. Salah satu tantangan yang sangat krusial saat ini adalah infrastruktur teknologi informasi negara ini yang belum mampu bersaing dengan negara lain. Berdasarkan peringkat Digital Economy, Indonesia masih berada di posisi 65 dari 70 negara. Semua itu menjadi kendala karena dalam ekonomi kreatif, penggunaan teknologi informasi adalah bagian terpenting kerja ekonomi ini.

Hambatan yang lain adalah permodalan. Selama ini modal pengembangan ekonomi kreatif masih bersifat komersil murni atau lewat pribadi, sehingga pengembangannya sangat terbatas. Bahkan, dalam beberapa kasus, banyak dari pelaku ekonomi kreatif ini tidak mampu memperoleh pinjaman permodalan yang baik. Padahal ke depan, gerak perekonomian dunia semakin melaju ke zona ekonomi ini dan dinamika globalisasi sudah tidak lagi mengenal batas teritorial negara. Bila tak diantisipasi maka pelaku ekonomi kreatif daerah menjadi semakin terpinggirkan.

Dengan dukungan anak-anak muda yang kreatif dan bertalenta itu, juga kepedulian pemerintah daerah maka Indonesia sangat memiliki potensi besar untuk menjadi ‘raksasa’ di dunia ekonomi kreatif ini. Bagaimana tidak, negeri ini telah memiliki kekayaan budaya yang unggul dan beraneka-ragam. Di samping itu, tingkat konsumsi dalam negeri yang sangat tinggi serta yang paling berperan adalah jumlah kaum muda yang melimpah.* (Muhammad Yushar)

Rabu, 16 Desember 2015

Menapak Gerbang Masyarakat Ekonomi ASEAN (Edisi 7, Oktober 2015)

Edisi 7 Oktober 2015
Smartcity Magazine




Forum Pertemuan Wali Kota se-ASEAN (AMF) 8-10 September lalu telah usai digelar. Selama tiga hari, Kota Makassar benar-benar menjadi ‘buah bibir’ berbagai kalangan. Acara yang mengangkat tema “Adaptive and Intelligent Cities for Integrated Borderless Prosperous Region” ini kemudian menghasilkan kesepakatan bersama. Sebuah komitmen besar yang diberi tajuk “Deklarasi Makassar”.

Senin, 02 November 2015

Mayors in ASEAN Circle (English Version)

News in Depth, September 2015



City of Makassar gets a big momentum, again.  In September 2015, there are four series of international events hosted in “Kota Daeng”; a well-known nickname for Makassar.  Diverse ideas, insights, and breakthroughs about the future cities will certainly be born there.  Forums that can result in historical leap to this city.

Human Relation Room at Balaikota, the Mayor Office, seems so busy that day.  The staffs walk to and fro alternately.  The situation looks slightly different from usual days.  These bustles are part of the City of Makassar preparation as a host.  Host for four series of international-level events held on 8-10 September 2015.

The four series of events, set in a unity, are ASEAN Mayors Forum, Makassar Global Expo, ASEAN Community Week, and Makassar Investment Forum.  All these events is initiated by some well known organizations that is United Cities and Local Government Asia Pacific (UCL G ASPAC), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia ( APEKSI), ASEAN and Municipality of Makassar.

This forum will be a far-reaching and crucial event and keeps great hopes especially for Makassar and other cities within the eastern part of Indonesia.  It is said so since around 200 mayors from ASEAN countries, around 400 of head of districts (or Kelurahan), 20 governors, 10 ministers and around 100 international entrepreneurs or business representatives will participate in the event.  Theme of the forum, that takes place at Four Point Convention (by Sheraton Hotel), is “Adaptive and Intelligent Cities for an Integrated Borderless Prosperous Region”.  This theme is observant to give raise to some important and crucial issues towards the ASEAN Economic Community (AEC). AEC will apply at the end of 2015 year.

One of the main issues within the framework of ASEAN Economic Community 2015 application is dealing with the future challenges.  These challenges are especially more important issues for local governments who will have direct relations with “Borderless ASEAN” dynamics. Within this AEC framework, local governments plays the crucial role as vanguard in bring into play the country’s performance with maximal results.



In addition to this role, local government is as nucleus or center that determines synergy.  The synergy supports entirely and thoroughly for achievement of the ASEAN Community objectives.  Therefore, and for this purpose, it is highly demanded for a joint movement and cooperation and for a strong network establishment among ASEAN local governments.  Within this framework, this international-level event aims at fostering a regional platform to strengthen the networking among local governments through knowledge sharing as well as mutual learning with relevant stakeholders.

The forum aims also at developing key policy framework and instruments to support adaptive and intelligent cities and to establish a stronger ASEAN Community.  Other aim is to prepare and raise awareness of local stakeholders for regional agenda of ASEAN Community 2015.  Aspect that is also important to achieve these aims is the establishment of experience and best-practices exchanges among ASEAN countries, the identification of all potentials for collaborations, and the development of harmony relationship, either among local governments or between local governments and private sectors.

It is not surprise that UCLG ASPAC, APEKSI or Indonesia Municipalities Association, and ASEAN has appointed Makassar to host this substantial events.  In the regional aspect, the city also known as Anging Mammiri has geographical position that immensely shines.  As a gate to enter to the eastern part of Indonesia, Makassar has been as the center point and gravitation for economic and politic.  In economic term, Makassar skyrocketed with the growth rate over 9% per year.  It is far beyond the national economic growth.

It is considered that Makassar has great potential and prospect for transformative leap towards future city.  The future city with its significant and critical role to establish synergy and harmony collaboration, partnership, or joint action, and networking in the ASEAN Economic Community 2015 era.  Apart from the potentials, and during Mr Moh. Ramdhan Pomanto’s management, City of Makassar showed its keen and strong passion on innovation.  The Mayor has made some breakthroughs public.  And later, local and national governments worldwide, but especially from ASEAN pay great attentions to these breakthroughs.


It is no wonders that at the third day of the forum, on 10 September 2015, a special agenda has been set.  The agenda deals with a Thematic Technical Field Visit some of products from policy breakthroughs such as to Lorong Garden, Lorong Apartment, Home Care and Smart Card.  One important session of the forum is a Makassar Declaration as an agreement and binder among the local governments within the South-East Asia region or ASEAN.*

Firmansyah Nasaruddin
redaksi@smartcitymakassar.com

Jumat, 16 Oktober 2015

Techno Park dalam Balutan Legenda

Sejarah keberadaan kapal layar Pinisi memang dibalut dengan cerita mitologi. Namun dibalik legenda tersebut tersimpan pengetahuan dan kearifan yang luar biasa. Ternyata nenek moyang kita telah mewariskan khazanah ilmu yang di millennium ketiga ini kemudian baru dikenal dengan sebutan techno park atau sistem cluster.

Karya epic besar Lontarak I Babad La Lagaligo yang diyakini muncul pada abad ke 14 Masehi ini adalah karya sakral masyarakat Bugis-Makassar. Karya sastra kuno inilah yang memuat cerita legenda tentang mula lahirnya kapal layar Pinisi yang sampai saat ini membuat dunia internasional berdecak kagum.

Dikisahkan dalam Lontarak I La Lagaligo ini bahwa  kapal Pinisi pertamakali dibuat oleh Sawerigading, seorang Putra Mahkota Kerajaan Luwu untuk dipakai berlayar menuju negeri Tiongkok dan hendak meminang seorang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai. Menurut cerita, Saweregading membuat kapal ini dari bahan baku dari pohon Welengreng atau pohon Dewata yang terkenal sangat kokoh dan tidak gampang rapuh.





Kisah tentang pelayaran Sawerigading ini pula yang menjadi bagian yang menarik dari cerita tentang jiwa kebaharian suku Bugis-Makassar. Setelah menetap beberapa lama di negeri Tiongkok, Sawerigading mengajak istrinya We Cudai dan anaknya kembali  ke tanah kelahirannya di Kerajaan Luwu. Namun ketika memasuki perairan Luwu, Pinisi yang di nahkodai oleh Saweregading diterjang badai gelombang besar. Kapal Pinisi itupun kemudian pecah terbelah menjadi tiga bagian.

Dari tiga pecahan kapal inilah yang kemudian terseret arus dan kemudian terdampar di tiga tempat yakni Desa Ara, Tana’ Lemo dan Tana’ Beru. Dengan pecahan kapal tersebut, maka masyarakat ke tiga tempat ini kemudian merakitnya kembali menjadi sebuah kapal yang utuh. Orang-orang Ara membuat kembali badan kapal.

Sementara orang-orang di tana’ Lemo dan Tana’ Beru menyempurnakan hasil kerja masyarakat Ara. Dan yang terakhir, orang-orang Bira yang merancang tujuh layar yang hingga kini dipakai oleh kapal Pinisi.

Dari legenda inilah kemudian terjadi sebuah rangkaian  alur kerja yang cukup unik,  bahkan bisa dikatakan sebagai “benih” dari apa yang disebut dengan istilah techo park dan sistem cluster di abad 21 saat ini. Pada tiga tempat ini, sebuah sistem cluster kemudian terbangun dan menjadi bagian dari model kerja yang sangat mengesankan.

Kearifan lokal dan kecerdasan domestik ini mampu menjelaskan bila teknologi dan ilmu pengetahuan dari nenek moyang kita sangatlah maju dan mumpuni. Walaupun semua “rahasia” ilmu-pengetahuan itu sering dibalut dalam sebuah kisah  yang jauh tertanam dalam sebuah legenda.* (Muhammd Yushar)

Selasa, 13 Oktober 2015

Smart City dalam Citarasa Makassar (Summary 'News in Depth')

1st Edition / April 2014

Summary 'News in Depth'


Foto by Indra J Mae
Program Smart City telah diluncurkan.  Walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto meletakkan program ini sebagai 'etalase depan' kota yang mampu menggerakkan konektivitas di antara sektor pemerintahan, kesehatan masyarakat dan pendidikan dengan layanan berbasis elektronik dan digital.


Suasana Kantor Walikota Makassar, di Jalan Ahmad Yani pagi itu terasa sejuk.  Lorong-lorong yang menghubungkan ruangan dari bangunan peninggalan kolonial yang dipadu dengan gedung jangkung dengan rancang arsitektur futuristik ini menjadi bagian dari sejarah dimana seluruh kebijakan yang berkaitan dengan kemaslahatan warga kota Makassar dimulai.

Paduan dua corak arsitektur bangunan dari komleks balaikota ini menyiratkan 'racikan' yang menarik dari sebuah kota yang memadukan antara nilai-nilai kesejarahan masa lalu dengan masa depan modernitas yang futuristik  Di gedung yang berdiri tepat di jantung area kota Makassar ini pula dimulai pencanangan sebuah program yang sekarang kita kenal dengan program Smart City.

Foto by Indra J Mae
Program layanan inovatif Smart City ini memang memberi terobosan yang cukup mengesankan dan bisa dikatakan sangat bernas.  Karena itulah, berbagai kota dunia dan beberapa kota di Indonesia juga sudah mulai menerapkannya.  Namun yang sangat unik dan menjadi terobosan original sistem layanan konsep Smart City Makassar adalah karena sistem ini dirancang demikian membumi dan tak melupakan kontekstualitas.  Sebuah konsep Smart City dengan citarasa khas Makassar demikian kental di sana.  Ini ditandai dengan terintegrasinya sistem ini dengan program unggulan pemerintahan kota yang lain yakni "Makassar Tidak Rantasa" (MTR) dan Makassar Sombere' dan lain-lain.

Smart City bernuansa Makassar inilah yang menjadikan program ini cepat tersosialisasi dengan baik serta mampu direspon positif oleh warga kota.  Menurut Danny Pomanto, kekuatan dari kearifan lokal Bugis-Makassar sudah teruji bahkan sampai ke manca negara.  Istilah saudagar Bugis-Makassar bisa dikatakan telah mendunia.  Hal ini juga memberi gambaran bahwa muatan kearifan lokal menjadi satu kekuatan serta perhatian pemerintah Kota Makassar untuk memacu tingkat partisipatif masyarakat.  Membumikan sistem layanan masyarakat berbasis elektronik dengan citarasa khas Makassar.

(Baca selengkapnya tentang tema menarik ini pada SmartCity Magazine, Edisi 1 April 2015.  Hubungi Bagian Pemasaran untuk mendapatkan versi softcopy dalam bentuk CD)


Lifestyle di Ruang Publik (Summary 'News in Depth')

1st Edition / April 2015

Summary 'News in Depth'

Taman merupakan ruang publik yang selalu menjadi icon sebuah kota.  Di tempat ini, disamping berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, juga tempat interaksi warga dengan ditandai aktifitas yang berada di luar rutinitas kerja sehari-hari.

Foo by Indra J Mae
Salah satu yang menarik dari aktifitas masyarakat di taman kota adalah jogging.  Pemandangan ini telah berlangsung cukup lama.  Bahkan di kota Makassar, aktifitas jogging di taman kota bisa dikatakan telah menjadi lifestyle warga dalam kesehariannya.  Uniknya kegiatan ini tidak terbatas pada golongan usia tertentu, namun menembus batas umur dan tingkat ekonomi-sosial warga kota.

Memang jogging termasuk aktifitas olahraga yang murah.  Tak diperlukan biaya besar serta persiapan panjang untuk melakukan aktifitas ini.  Hanya dengan pakaian kaos, celana panjang untuk olahraga atau celana pendek dan sepatu lari yang ringan dan nyaman, kegiatan jogging bisa dilakukan.

(Baca selengkapnya tentang tema menarik ini pada SmartCity Magazine, Edisi 1 April 2015.  Hubungi Bagian Pemasaran untuk mendapatkan versi softcopy dalam bentuk CD)


Sabtu, 10 Oktober 2015

Corat-Coret yang Go International (Summary 'News in Depth)

5th Edition / August 2015 (page 13-14)

Summary 'News in Depth'


Sektor ekonomi kreatif yang berkembang pesat saat ini telah merambah ke pelbagai kota di seluruh Indonesia, salah satunya adalah kota Makassar.  Di kota ini, tepatnya jalan Arif Rate, penulis mengunjungi Kafe Ezpresso untuk mencoba berbaur dan menikmati antusias para pelaku ekonomi kreatif.  Salah satunya adalah Randy Rajavi -- sosok pemuda kelahiran Ujung Pandang, 19 Agustus 1986 -- yang merupakan salah satu dari sekian graphic designers asal Makassar yang telah Go International.

Foto Randy Rajavi

Desain loga Sun Tea yang diciptakan oleh Randy juga terpampang jelas di salah satu mobil peserta perlombaan balapan ternama di Amerika, The National Association for Stock Car Auto Racing (NASCAR).  Kemudian Randy memenangkan sayembara logo Ocounco (Puerto Rico), sayembara logo KelleyNorcia (Connecticut), Eillenn's (Australia), World War Brew (Amerika), dan alte Bäckerei (Austria).  

Courtesy Randy Rajavi
Prestasi yang ditorehkan Randy di sektor ekonomi kreatif, khususnya desain grafis logo, patut kita beri apresiasi utamanya dampak positif yang disumbangkan oleh Randy dalam mengharumkan nama Makassar di kancah internasional yang sarat kompetisi.

(Baca selengkapnya tentang tema menarik ini pada SmartCity Magazine, Edisi 5 Agustus 2015.  Hubungi Bagian Pemasaran untuk mendapatkan majalahnya.  Kami juga menyediakan versi softcopy dalam bentuk CD)