MENUJU PILPRES DAN PILEG 2019

Jumat, 21 September 2018

Danny Pomanto dan Harapan Warga Makassar

foto: istimewa  

SAYA pernah menulis dan sekaligus menjadi editor sebuah buku profil ringkas tentang Walikota Makassar Danny Pomanto. 

Buku itu terbit sekitar tahun 2010 lalu, jauh sebelum Danny mendapat mandat dan amanah sebagai orang nomor 1 di Kota Makassar. Saat itu Danny masih menggeluti pekerjaan sebagai profesional murni dan juga seorang arsitek serta seorang konsultan tata kota. 

Judul buku yang terbit tersebut adalah “Kiprah Profesional Muda” yang berisi sederet tokoh-tokoh profesional muda Makassar dari berbagai bidang dengan prestasi serta terobosan kreatif mereka terbilang mencorong dan mampu membuat sebuah kerja menjadi demikian menginspirasi. 

Danny, dalam awal karir profesionalnya -seperti dikutip dalam buku tersebut- bisa dikatakan sebagai sosok yang mampu ‘mengawinkan’ karakter antara seorang pemikir, filsuf, eksekutor sekaligus seorang pekerja keras yang mampu mengimplementasikan gagasan besarnya dalam formula program sederhana serta gampang dicerna oleh pikiran warga. Barangkali inilah salah satu kemampuan Danny yang jarang dimiliki pemimpin-pemimpin lokal lain.

Dalam wawancara langsung untuk menyusun buku tersebut, saya sudah mulai ‘menangkap’ sebuah kesan kuat bila pria yang energik ini bakal melejit dalam karir politik. 

Kesan kuat tersebut muncul karena dalam diskusi tersebut, hampir seluruh paparan yang keluar dari pembicaran kita, selalu tersirat kepedulian besar terhadap masa depan sebuah kota beserta betapa pentingnya pembangunan sumberdaya manusia yang kompetitif di era globalisasi seperti saat ini tanpa meninggalkan nilai-nilai kerifan lokal. Intinya, kepeduliannya terhadap warga, khususnya warga yang selama ini diidentifikasi berada dalam zona periferial, marginal dan tidak memiliki akses ekonomi yang baik merupakan satu konsentrasi kepeduliannya.

“Kota yang besar dan modern adalah adalah kota yang tak meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal namun mampu melakukan transformasi menjadikan nilai-nilai tersebut teraktualisasi dalam konteks kekinian. Dan yang terpenting adalah bagaimana melakukan transformasi paradigma warga yang pada satu sisi tidak tercerabut dengan nilai kultural mereka namun menjadikan nilai tersebut sebagai basis gerak menuju perbaikan kesejahteraan hidup”, demikian kurang lebih katanya waktu itu. 

Dan untuk mewujudkan hal tersebut kita harus terlibat langsung  dalam sistem, berjuang, bekerja keras sebagai pengambil keputusan dalam pembangunan kota. 

Kesan yang terbersit saat itu ternyata bukan hanya kesan sekilas. Kini telah terbukti. Setelah Danny mendapat mandat menjadi Walikota Makassar, sepak terjang serta kiprahnya, terus bergaung dan memperoleh apresiasi bahkan dari dunia internasional.

Terlepas dari ada yang tidak setuju dengan apa yang yang telah dilakukan, kita, warga Makassar, mau tak mau, harus mengakui ada pembeda besar yang telah dilakukannya dan ditancapkan dalam gerak arah kota Makassar. 

Danny telah menjadikan Makassar lebih mencorong dari sebelumnya. Dengan segala kekurangan atau hal-hal yang belum sempat dia wujudkan, Danny telah meletakkan kota bersama warga Makassar dalam sebuah harapan. Dan harapan itulah yang paling penting bagi warga yang sedang bergelut dengan kehidupan kota yang makin deras dan keras. (Makmur Gazali)